CERBUNG MENGEJAR CINTA RIANTI 2

#Mengejar Cinta Rianti
#episode 2

Mohon kritik dan sarannya kakak-kakak senior.

Begitu ke luar dari ruangan sang direktur, Rianti segera mengeluarkan gawainya dan menekan nomor papanya dengan tergesa. Tapi nomor telpon yang ditujunya tidak aktif. Tidak biasanya papanya begini. 
"Ayo, Rianti. Ibu antar ke ruanganmu," bu Indah menyentuh pundak Rianti dengan lembut. Rianti pun mengikuti bu Indah. melewati beberapa ruangan di lantai satu, bu Indah pun berhenti di depan pintu sebuah ruangan yang tidak terlalu besar. 
"Nah, ini ruanganmu," ucap bu Indah seraya membuka pintu di depan mereka.
"Ayo, masuk," ajak bu Indah lagi. Rianti yang sedari tadi hanya diam, melangkah masuk mengikuti bu Indah. di dalam terdapat tiga buah meja dan satu buah lemari.
"Jika ingin sarapan, makan siang, kamu bisa menggunakan meja ini," tunjuk bu Indah pada sebuah meja di samping pintu masuk. Rianti hanya mengangguk.
"Lemari ini bisa kamu gunakan untuk menyimpan tas dan barang-barangmu. Kebetulan di ruangan ini ada tiga orang lagi temanmu. Mereka saat ini masih di lantai dua membersihkan ruangan-ruangan di sana," ucap bu Indah lagi. setelah itu bu Indah menjelaskan pembagian tugas untuk Rianti. Rianti mendapatkan tugas membersihkan ruangan di lantai satu. Merasa sudah cukup menjelaskan tugas dan tanggung jawab pegawai baru itu, bu Indah pun segera meninggalkan Rianti setelah menyerahkan baju seragam cleaning servis kepada Rianti. 
"Makasih, Bu," ucap Rianti sebelum bu Indah menutup pintu ruangan. Bu Indah mengangguk dan segera berlalu. 

Rianti pun segera mengunci pintu dan mengganti seragam kerjanya di dalam ruangan tersebut. namun sebelum ia sempat merapikan jilbabnya, terdengar ketukan di pintu. Dengan tergesa Rianti segera membuka pintu.
"Kenapa dikunci segala?" ucap seorang gadis dengan nada kesal seraya masuk ke dalam.
"Maaf, tadi saya ganti baju," jawab Rianti santai.
"Ganti baju di toilet, bukan di sini," gadis bertubuh kecil itu masih terlihat kesal. Riainti hanya mengedikkan bahunya acuh. Lalu tanpa merasa bersalah, Rianti mengulurkan tangan pada gadis yang memakai topi tersebut.
"Kenalkan, saya Rianti, pegawai baru di sini," ucap Rianti dengan wajah ramah. Gadis yang sedang menggantungkan tas selempangnya menyambut tangan Rianti.
"Ivo," jawabnya singkat. 
"Aku belum ngerti apa aja yang harus aku kerjakan," ucap Rianti seraya menatap Ivo dengan bingung. Ivo meliriknya sekilas.
"Jam segini biasanya kita para CS mengantarkan minuman untuk bapak direktur dan untuk pegawai-pegawai lainnya," suara Ivo sudah terdengar lebih ramah. Rianti mengangguk.
"Kalau gitu ayo, kita antarkan," ajak Rianti terdengar bersemangat. Rianti memang termasuk gadis yang santai, dia tidak terlalu memikirkan masalah pekerjaannya yang hanya sebagai cleaning servis. Buat Rianti, hidup harus dinikmati dengan riang gembira, jika ada ujian-ujian yang menerpanya, tidak harus membuat Rianti menangisinya dan membuat hidupnya jadi terbebani. Lalu berdua dengan Ivo, Rianti mulai menyiapkan beberapa cangkir  kopi dan beberapa cangkir teh. Berdua mereka mengantarkannya ke tiap-tiap ruangan.
"Siapa nih, Ivo?" tanya beberapa pegawai laki-laki pada Ivo. Mereka menatap Rianti dengan binar terpesona yang tidak bisa mereka sembunyikan.
"Yee,  dasar ya mas-mas semua ini, ga bisa liat yang bening. Ini CS baru, namanya Rianti," ucap Ivo seraya meletakkan gelas berisi kopi dan teh. Rianti hanya menganggukkan kepala dan tersenyum tipis. Tiba-tiba seorang pegawai laki-laki berwajah lumayan tampan mengulurkan tangannya pada Rianti.
"Kenalkan, saya Gilang. JIka perlu apa-apa kamu bisa mencari saya di sini," ucap Gialng dengan tatapan mata yang tidak lepas dari Rianti. 
"Saya, Rianti," ucap Rianti seraya mengangguk sopan tanpa menerima uluran tangan Gilang. Gialng menarik tangannya dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Aksi Gialng membuat ruangan menjadi heboh, mereka menertawakan gaya Gilang yang tak pernah bisa tenang melihat gadis cantik.
"Rianti, tolong belikan gua mie ayam di warung seberang kantor, ya," tiba-tiba seorang wanita cantik dengan rambut yang tergerai indah telah berdiri di samping Rianti. Tangannya mengulurkan selembar uang dua puluh ribu. Rianti menatap Ivo bingung. Tapi Ivo terlihat cuek aja. Akhirnya dengan menarik nafas berat, Rianti menerima uang tersebut. Mereka berdua pun segera meninggalkan ruangan yang masih terdengar heboh menggoda Gilang itu.
"Jangan pake lama, ya," suara wanita itu terdengar sebelum pintu di belakang mereka tertutup dengan sendirinya.

"Ivo, kita kan cleaning servis. Tugasnya kan hanya membersihkan kantor. Kenapa juga harus membelikan sarapan buat pegawai. Itu kan tidak termasuk tugas kita," ucap Rianti yang merasa kesal, tidak terima dengan perintah pegawai perempuan yang belum ia ketahui namanya itu.
"Rianti, catat ya. Kita ini memang cuma CS, tugas pokoknya hanya membersihkan kantor. Tapi tugas tambahannya itu yang lebih banyak dari tugas utama kita. Membelikan para pegawai sarapan, makan siang, membelikan mereka cemilan, sampai pembalut. Terkadang juga mengambilkan tas mereka yang tertinggal di mobil atau memesankan taksi online untuk mereka," ucap Ivo dengan santai.
"Lho kok bisa begitu?" Rianti merasa heran.
"ya, begitu lah nasib menjadi seorang rakyat jelata. Terima saja dengan lapang dada," ucap Ivo seraya menyeret Rianti ke luar gedung. 
"Ayo, aku temani kamu membeli mie ayam tuk mba Sandra," ajak Ivo. Rianti mengikuti Ivo dengan hati yang masih merutuk. Betapa tidak adilnya perlakuan yang diterima oleh seorang cleaning servis. Dalam hati, Rianti berjanji, andai besok ia sudah memiliki jabatan yang tinggi di perusahaan papanya, Rianti akan memperlakukan cleaning servisnya dengan baik.

*****

Tepat pukul enam sore, Rianti sampai di rumahnya. Suasana terlihat sepi. Rianti masuk rumah dengan langkah gontai. Tubuhnya terasa begitu lelah. Selama ini ia tidak terbiasa menyapu lantai, mengepel, membersihkan toilet, mengelap kaca. Dan hari ini, menjadi hari bersejarah buat Rianti. Beberapa tugas tersebut telah ia lakukan seharian ini. Rianti menghempaskan pantatnya di sofa ruang tamu.
"Ya, ampun Rianti. Datang ga ngucapin salam, main masuk dan duduk seenaknya aja," mama Rianti yang memang selalu cerewet telah berdiri di samping Rianti duduk. Melihat Rianti hanya diam saja, tidak membalas ucapannya, sang mama merasa heran. Tumben ini anak anteng, batinnya. Biasanya kan selalu jawab juga sebanyak omongan sang mama.
"Kamu, kenapa, sayang?" sang mama pun segera duduk di samping anaknya gadisnya. Dengan lembut wanita canti itu mengusap kepala anaknya dan smerengkuh anak kesayangannya dengan penuh kasih. Rianti memejamkan matanya.
"Capek, ma," ucap Rianti manja.
"Ya, ampun, Nak. Baru aja sehari kerj, udah bilang capek," ucap mama Rianti dengan tawa di ujung ucapannya. Rianti hanya manyun melihat reaksi mamanya. Tapi bagaimana kah reaksi mamanya jika tahu kalau pekerjaan anaknya hanyalah sebagai seorang cleaning servis. Aduh, jangan-jangan mamanya akan pingsan atau terkena serangan jantung. Rianti tidak berani membayangkannya.
"Hei, anak papa sudah pulang," papa Rianti yang ternyata juga udah berada di rumah ikut duduk di samping Rianti. Rianti hanya diam. Ia masih merasa kesal dengan papanya.
"Bagaimana, hari pertama kamu bekerja?" ucap sang papa tanpa rasa bersalah dan berdosa sedikitpun.
"Sangat menyenangkan, papa!" ucap Rianti seraya berdiri dan meninggalkan papa dan mamanya. Pak Arif hanya senyum-senyum simpul melihat sikap dan mimik wajah anaknya.
"Rianti capek, Rianti mau ke kamar dulu," pamit Rianti dan segera berlalu meninggalkan kedua orang tuanga. Tinggal lah mama dan papanya saling berpandangan. Sang mama dengan pandangan bingung dan sang papa dengan pandangan yang sangat mengerti.

****

Setelah mandi dan sholat magrib, Rianti segera menuju ruang kerja papanya. Rianti sudah tidak sabar mendengar penjelasan dari sang papa. Papanya biasanya selalu berada di ruang kerjanya setelah selesai sholat magrib. Dengan pelan Rianti membuka pintu dengan pelan.
"Pa, Rianti mau bicara," ucapnya langsung begitu mendapati papanya sedang duduk di sofa kamar kerjanya dengan sebuah buku di tangannya.
"Ayo, sini sayang," papanya mengulurkan tangan ingin memeluk anak kesayangannya.
"Apa maksud papa memasukkan ijazah SMA Rianti ke perusahaan tersebut? Apa ijazah sarjana Rianti ga ada nilainya sama papa? Empat tahun Rianti berjuang untuk mendapatkan selembar ijazah tersebut dan bisa lulus dengan nilai terbaik di universitas, apa itu ga artinya buat papa?" suara Rianti bergetar. Pak Arif menarik nafas berat. Jauh di lubuk hatinya, ia tidak tega melakukan hal ini untuk anaknya. Apalagi mendengar ucapan Rianti barusan, sedikit keraguan menghinggapi sudut hatinya. Tapi, tidak. Ia harus melakukan hal terbaik untuk anak sulungnya ini. Rianti adalah tumpuan harapan keluarganya kelak. Setelah mengisi penuh rongga dadanya dengan oksigen, pak Arif pun segera menjawab pertanyaan Rianti.
.....
bersambung ...

0 comments:

Posting Komentar