#MENGEJAR_CINTA_RIANTI
#EPISODE_16
Terima kasih admin/moderator yang telah berkenan menyetujui tulisan ini.
Terima kasih pembaca setia Rianti yang masih menunggu kelanjutan kisah ini. Mohon maaf jika terlalu lama posting kelanjutannya.
Hari itupun tiba. Hari paling bersejarah yang akan mengubah kehidupan Rianti. Rianti menatap sekali lagi pantulan wajahnya di kaca. Riasan wajahnya yang natural, kebaya broken white yang membalut tubuhnya dan hijab dengan warna senada. Sempurna. Rianti terlihat begitu cantik dan anggun pagi ini. Rianti mencoba tersenyum. Ini hari bahagianya.
Ya …. Bagaimanapun perasaannya saat ini, Rianti ingin mengatakan kalau ini hari bahagianya. Siska dan Amelia berdiri di sampan kiri dan kanan kursi yang diduduki Rianti. Mereka sekarang hanya tinggal bertiga di dalam kamar Afdi. Kamar yang akan menjadi kamar pengantin Rianti dengan laki-laki yang sesaat lagi resmi menyandang status suaminya.
“Ayo, Kak.” Siska mengulurkan tangannya pada Rianti. Rianti menarik napas dalam, lalu bangkit dari duduknya dan menerima uluran tangan Siska dan Amelia. Bertiga mereka berjalan ke luar dari kamar yang telah dihias dengan warna kuning gading dan taburan bunga melati. Siska membuka pintu kamar dnegan tangan kirinya, lalu menggandeng kakaknya dengan tangan kanan.
Rianti berjalan pelan dituntun kedua adiknya menuju tangga. Dan sebelum kakinya melangkah menuruni anak tangga pertama, mata Rianti menangkap sosok laki-laki gagah yang tengah memandang ke arahnya. Rio. Rianti mencoba tersenyum. Gemuruh di dadanya tak dapat lagi ditenangkannya. Laki-laki di ujung tangga itupun tersenyum pada Rianti. Sorot matanya terlihat memendam luka. Rianti meneguk ludahnya , namun kerongkongannya terasa begitu sakit. Ada bening yang mulai membayangi pelupuk matanya.
"Kamu cantik." Laki-laki itu tersenyum manis pada Rianti. Rianti membalas senyumnya, tapi kaca-kaca di matanya menghalangi pandangannya.
"Terima kasih." Rianti mengangguk. Entah mengapa mereka menjadi sekaku ini. Siska dan Amelia menyikut lembut tangan kakaknya. Rianti tersadar.
Gadis itu mengikuti langkah kedua adiknya, menuruni anak tangga satu persatu. Rianti memejamkan mata, satu kata saja yang keluar dari mulut laki-laki itu, maka Rianti akan menghentikan langkahnya dan berbalik pada laki-laki yang tenyata telah mengambil separuh hatinya itu. Katakan satu kata saja, Rianti memohon dan merintih dalam hati.
Tetapi sampai kakinya menginjak pada anak tangga paling bawah, Rianti tak mendengar apa-apa. Puluhan pasang mata menatap kehadiran Rianti dengan tatapan terpesona. Begitu juga dengan Afdi. Laki-laki itu tak dapat menyembunyikan kekagumannya melihat kecantikan wanita yang sedang berjalan pelan menuju dirinya.
Afdi bangkit dan mengulurkan tangannya pada Rianti. Untuk peertama kalinya Rianti menerima uluran tangan Afdi, karena Rianti tahu berpasang-pasang mata tengah menatap pada mereka. Afdi menarik lembut tangan Rianti untuk duduk di sampingnya. Pelan Rianti mendudukkan tubuhnya di samping Afdi. Bu Winda berulang kali menghapus air mata yang membasahi pipinya. Wajah canti Rianti terlihat kabur dalam pandangan mata wanita paruh baya itu.
Wali hakim dan adik papa Rianti telah duduk di hadapan Afdi dan Rianti. Dua orang saksi dari kerabat Bu Winda dan Pak Rahmat telah duduk di samping kanan Afdi dan Rianti. Mama Rianti dan kedua adik Rianti, duduk di belanag Rianti. Di samping mereka duduk papa dan mama Afdi. Acara sakral yang akan menjadi babak baru dalam kehidupan kedua insan itu akan segera dimulai.
Terdengar MC mengucapkan salam, membeberkan rincian acara pada pagi hari. Acara akad nikah dibuka dengan pembacaan ayat-ayat suci Alquran yang dibacakan oleh anak salah satu kerabat papa Afdi. Tamu undangan tenang mendengarkan lantunan ayat-ayat suci Alquran yang mengalun lembut memenuhi ruangan keluarga rumah Afdi.
Setelah pembacaan ayat-ayat suci Alquran, MC mempersilakan wali hakim untuk memberikan khutbah nikah. Lalu wali hakim pun memberikan beberapa nasihat perkawinan kepada Afdi dan Rianti. Apa saja tuga-tugas seorang suami dan tugas-tugas seorang istri. Begitu juga sebaliknya, apa-apa saja yang menjai hak suami dan hak istri. Afdi dan Rianti mendengarkan penjelasan wali hakim dengan takzim. Setelah menjelaskan banyak hal tentang kehidupan berumah tangga, wali hakim pun menutup khutbahnya dan mengembalikan mikrofon kepada MC.
Dan merekapun sampai pada acara puncak, prosesi ijab kabul antara Afdi dan Rianti. Paman Sahid, adik papa Rianti menggenggam erat tangan Afdi. Dada bergemuruh hebat, tangannya berkeringat dingin. Sekuat tenaga laki-laki yang terlihat amat gugup itu mencoba menenangkan dirinya.
Sementara Rianti terlihat hanya menundukkan wajahnya. Kedua jemari tangan gadis itu terlihat saling menggenggam. Rianti merasakan hal yang sama dengan Afdi. Dadanya bergemuruh dan tangannya gemetaran menunggu saat-saat meneggangkan itu. Afdi menarik napas panjang, lalu langsung menjawab ucapan ijab kabul paman Rianti dengan satu tarikan napas;
“Saya terima nikahnya dan kawinnya Rianti Azkayra binti Arif Burhan dengan mas kawin seratus gram emas dibayar tunai.”
“Bagaima saksi?” wali hakim menoleh kepada para saksi.
“Sah.” Kedua orang saksi menjawab serentak. Afdi menarik napas lega, dadanya dipenuhi oleh rasa bahagia. Sementara Rianti semakin menundukkan wajahnya. Terbayang wajah dan senyum sang papa. Harusnya laki-laki lembut itu yang sekarang berada di hadapannya, menikahkannya, menyerahkannya pada laki-laki yang akan menjadi suaminya. Satu demi satu air mata jatuh membasahi pipi Rianti.
“Cium tangan suamimu, Nak.” Bu Winda berbisik di telinga Rianti. Rianti cepat-cepat menghapus air matanya dengan tisu yang diulurkan oleh Siska. Rianti mengangkat wajahnya dan menoleh pada laki-laki yang telah resmi menjadi suaminya. Dengan tangan yang masih gemetar, Rianti meraih tangan Afdi. Diciumnya tangan laki-laki itu dengan penuh hormat. Sekarang laki-laki inilah yang akan menjadi panutannya, imamnya, dan pelabuhan segala rasanya. Afdi mengusap kepala Rianti dengan penuh kasih lalu diciumnya kening wanita yang amat dicintainya itu dengan lembut.
“Terima kasih.” Afdi tersenyum dan berbisik di telinga Rianti. Laki-laki itu masih serasa bermimpi jika ia sekarang telah menjadi seorang suami. Sudut-sudut mata Afdi terasa panas. Dadanya terasa penuh oleh rasa bahagia. Rianti mengangguk dan membalas senyum Afdi dengan tulus.
MC melanjutkan acara dengan meminta salah seorang ustad yang telah hadir atas undangan Papa Afdi untuk membacakan doa. Setelah pembacaan doa, Afdi dan Rianti pun pun berbalik, menyalami orang-orang terkasih yang menatap mereka dengan penuh rasa haru.
Rianti memeluk mamanya dengan erat. Air mata mereka tumpah dalam isak tangis. Kesedihan karena ketidakhadiran laki-laki yang mereka cintai terasa begitu pedih. Beberapa saat Rianti dan sang mama tenggelam dalam kesedihan. Setelah ingat jika masih banyak yang ingin menyalami Rianti, Bu Winda pun melepaskan pelukannya. Dengan jemari tangannya yang gemetar, wanita dengan pakaian senada dengan Rianti, menghapus air mata di pipi anak gadisnya itu. Sekarang Rianti telah menjadi istri laki-laki bernama Afdi. Tentu Bu Winda tidak akan seleluasa seperti sebelumnya lagi dengan Rianti.
“Jadilah istri yang baik, patuhi semua keinginan dan perintah suamimu, selama itu tidak bertentangan dengan syariat.” Bu Winda berkata seraya menangkup kedua belah pipi Rianti dengan tangannya. Rianti mengangguk. Afdi yang duduk di samping Rianti tak dapat juga menahan rasa harunya.
“Iya, Ma. Terima kasih telah menjaga Rianti selama 24 tahun. Terima kasih telah menjadi Mama yang baik dan hebat buat Rianti. Dan maafkan Rianti jika selama ini pernah menyakiti hati Mama, maafkan Rianti jika masih belum bisa membahagiakan Mama.” Rianti kembali terisak.
“Sstt … sudah. Jangan menangis lagi. Ini hari bahagiamu. Tersenyumlah.” Bu Winda menepuk pipi Rianti lembut. Rianti mengusap air matanya dan tersenyum pada mamanya. Setelah Rianti menggeser duduknya, Afdi pun mengambil tangan Bu Winda dan mencium tangan mertuanya itu dengan penuh hormat.
“Terima kasih, Ma. Terima kasih telah mengizinkan Afdi untuk memiliki Rianti.” Afdi menggenngam tangan wanita yang masih terlihat cantik itu dengan erat. Bu Winda mengangguk. Mata perempuan lima puhuh tahun itu kembali basah.
“Ya, Nak. Jaga Rianti baik-baik. Cintai dan sayangi dia sepenuh hati. Ajari dia kalau salah. Mama serahkan Rianti padamu dengan setulus hati.” Bu Winda kembali terisak.
“Ya, Ma. Afdi janji akan selalu menjaga Rianti dengan sepenuh hati. Akan selalu mencintai dan menyayangi Rianti sampai maut memisahkan kami.” Afdi berkata dengan penuh keyakinan. Bu Winda tersenyum, hati wanita yang tidak pernah bisa memarahi anak-anaknya ini menjadi tenang mendengar kata-kata Afdi. Bu Winda pun mengusap lembut kepala menantunya.
Lalu Rianti beralih pada kedua adiknya, Siska dan Amelia. Mereka bertiga berpelukan. Siska dan Amelia tak dapat menyembunyikan kesedihannya. Bukan mereka tidak bahagia dengan pernikahan kakak mereka, Rianti. Tetapi, Siska dan Amelia serasa akan kehilangan kakak yang selama ini menyayangi dan mencintai mereka.
“Kakak tidak akan meninggalkan kami, kan?” Amelia berkata dalam isak tangisnya.
“Hai, kakak akan selalu bersama kalian. Meski kakak telah menikah, tetapi kita akan selalu bersama.” Rianti mencoba berkata dengan riang, meski hatinya juga merasa sedih. Amelia dan Siska pun tersenyum dan mengangguk.
“Ya, Kak. Selamat ya, Kak. Semoga Kakak bahagia.” Siska dan Amelia pun memeluk Rianti sekali lagi. Setelah Rianti selesai dengan kedua adiknya, Afdi pun menyalami Siska dan Amelia.
“Mulai sekarang, kalian berdua bisa anggap Mas sama seperti Kak Rianti. Jangan pernah sungkan untuk menyampaikan apapun pada Mas.” Afdi tersenyum tulus dan mengusap kepala Amelia yang terbungkus hijab dengan lembut. Siska dan Amelia tersenyum bahagia mendengar ucapan laki-laki gagah di depan mereka ini.
“Ya, Mas. Makasih, ya.” Siska dan Amelia berkata serentak. Afdi tersenyum dan mengangguk. Rianti dan Afdi telah hendak bangkit untuk menuju Mama dan Papa Rianti, tetapi Siska kembali memanggil Afdi.
“Mas …” Afdi berbalik dan menatap Siska.
“Jaga Kak Rianti baik-baik. Kami sudah tidak memiliki Papa. Selama ini Kak Rianti lah yang telah menggantikan Papa. Dan kami berharap, Mas masih mengizinkan kami untuk tetap memiliki Kak Rianti.” Siska berkata dengan mata basah oleh air mata. Afdi tertegun, kata-kata Siska begitu menyentuh hati dan perasaannya.
“Siska, Amelia, kita sekarang satu keluarga. Mas tidak akan pernah memisahkan kalian. Malah Mas ingin kita semua selalu bersama.” Afdi berkata dengan suara tegas. Siska mengangguk.
“Terima kasih, Mas,” ujar Siska seraya mengahapus kedua pipinya yang basah. Afdi tersenyum dan kembali mengangguk. Lalu diraihnya tangan Rianti dan digenggamnya erat. Mereka pun mendekati Papa dan Mama Afdi. Berdua mereka menyalami Papa dan Mama Afdi. Pak Rahmat dan Bu Aini menyampaikan beberapa pesan dan nasihat pada Afdi dan Rianti. Afdi dan Rianti mendengarkan semuanya dengan takzim.
Pak Rahmat dan Bu Aini mengusap lembut kepala Afdi dan Rianti. Mereka memberikan restu dan doa untuk kedua anak menantu mereka. Setelah itu. Afdi dan Rianti pun menyalami satu persatu sanak saudara yang hadir. Terakhir mereka berdua berdiri di hadapan Rio. “Selamat, ya. Semoga kalian bahagia sampai ke Jannah-Nya.” Rio memeluk Afdi dengan erat.
“Terima kasih. Gue ingin lo secepatnya menyusul. Dari dulu kita selalu kompak dalam urusan apa pun. Jangan terlalu lama menjomblo.” Afdi menepuk lembut bahu Rio. Rio tertawa dan melepaskan pelukannya.
“Tenang, secepatnya gue akan memperkenalkan calon istri pada lo.” Rio mengedipkan matanya pada Afdi. Afdi ikut tertawa senang. Ia merasa gembira jika Rio benar-benar membuktikan ucapannya. Rianti mengangkat wajahnya dan mata Rianti bertemu dengan mata Rio yang terlihat merah.
“Jangan lupa nanti malam, lo harus jadi pendamping gue di resepsi pernikahan.” Afdi memeluk bahu Rianti.
“Tentu, gue pasti datang. Ini kan hari bahagia lo berdua. Nggak mungkin kalau gue nggak hadir.” Rio mencoba tersenyum sebaik mungkin. Meski dalam hati ada luka dan perih yang tak sanggup diungkapkannya. Tuhan, andai memang ini yang membuat wanita yang dicintainya itu bahagia, aku iklas, Rio berbisik dalam hati.
Afdi berbalik dan menggenggam erat tangan Rianti. Mereka menuju mama dan adik-adik Rianti yang tengah menikmati hidangan dengan para tamu undangan. Rianti membalas genggaman tangan Afdi. Inilah hidupnya sekarang.
Bersambung .....
0 comments:
Posting Komentar