CERBUNG MENGEJAR CINTA RIANTI 6

#Mengejar_Cinta_Rianti
#Episode_6

Terima kasih admin/moderator yang telah menyetujui cerita ini.

Rianti memakai bawahan rok berwarna abu-abu tua dan atasan kemeja berwarna orange muda. Jilbab dengan warna orange bermotif abstrak. Rianti hanya memoles sedikit wajahnya agar tetap terlihat natural. Tetapi dengan dandanan sederhana seperti itu, ia tetap kelihatan cantik dan menarik. 

"Rianti!" Terdengar suara panggilan dari luar kamar dan tidak berapa lama pintu kamarnya terbuka. Sosok cantik mamanya telah berdiri di ambang pintu. Di tangan mamanya ada sebuah tas kertas besar dengan logo T di depannya.

"Ya, Ma?" Rianti menatap mamanya dengan hati bertanya.
"Ini baju kamu, baru mama ambil. Sekalian mama dari salon tadi." Mamanya menyerahkan kantong tersebut pada Rianti. 
"Tapi, Rianti udah selesai, Ma." Rianti menerima kantong yang diberikan mamanya. 
"Ya, ganti aja lagi. Masih ditunggu kok. Itu gamis
Mama pesan khusus buat kamu. Best seller." Sang Mama tak peduli dengan tatapan protes anak gadisnya.

"Iya, Ma. Tapi kan dandan seperti ini juga udah oke." Rianti masih mencoba nego dengan mamanya.
"Sudah, jangan kebanyakan banyak protes sama orang tua. Kalau dikasih tahu, nurut aja. Kamu harus tampil cantik malam ini. Nanti banyak relasi Papa yang masih jomblo. Siapa tahu nanti ada yang berjodoh denganmu." Mamanya mengedipkan mata menggoda Rianti. 

Ya ampun, punya mama kok gini banget, ya. Rianti berbisik dalam hati.
"Lima belas menit, ya. Mama tunggu di bawah." Sang mama ke luar dari kamar dengan senyum cantik di bibirnya. Tinggallah Rianti dengan wajah lesu, bingun dengan keinginan mamanya.

Bagaimana mungkin Rianti akan berdandan ala anak Arif Prayoga. Kalau nanti bertemu dengan orang-orang kantor tempatnya bekerja, apa kata mereka? Tapi, adakah yang bisa membantah Bu Winda sang mama tercinta?

Akhirnya Rianti memakai juga gamis yang diberikan mamanya. Gamis berwarna kuning gading dipadu dengan warna coklat muda, terlihat sangat cantik di tubuh rampingnya. Jilbab senada yang juga telah dipersiapkan sang mama. Tetapi, Rianti lebih suka pakaian yang simple dan sederhana. 

Mengambil tas bergaya etnik dan menyandangnya di bahu kanan, Rianti segera keluar kamar dan turun ke lantai bawah. di bawah terlihat papa, mama, dan kedua adiknya, Siska dan Amelia.  

"Kakak cantik banget!" Siska dan Amelia berteriak berbarengan melihat penampilan kakak mereka malam ini. Papa dan Mama Rianti menatap anak gadis mereka tak berkedip. Anak gadis mereka ini memang cantik, tetapi selama ini terlalu santai dengan penampilan.

"Ayo, kita berangkat." Papa berdiri dan beranjak ke luar. Mama, Rianti dan kedua adiknya mengikuti dari belakang. Mbok Uun telah berada di ruang tamu untuk melepas kepergian majikannya. Malam ini sang papa akan menyetir sendiri. Pak Arif tidak pernah memanggil Bang Usop kalau harus ke luar di malam hari. Apalagi ini hari sabtu, besok hari libur juga buat Bang Usop. 

"Berangkat dulu, ya, Mbok." Mama pamit pada Mbok Uun.
 "Iya, Bu. Hati-hati di jalan." Mbok Uun berkata seraya berdiri di depan pintu. 
"Ya, Mbok. Makasih ya." Mama mengangguk dan tersenyum pada Mbok Uun. Bu Winda orangnya memang baik dan ramah. Sifatnya itu juga menurun pada ketiga orang anak gadisnya.

Di perjalanan hanya terdengar celoteh Siska dan si bungsu Amelia. Siska saat ini telah terdaftar sebagai mahasiswa semester dua di salah satu universitas terkemuka di kota Jakarta. Sementara Amelia baru duduk di bangku kelas satu SMA. Mereka bertiga selalu kompak, meski sesekali ada juga berantamnya. Terutama Siska dan Amelia. Rianti lah yang selalu menjadi penengah. 

Hampir satu jam mereka menikmati keramaian jalanan kota Jakarta. Akhirnya mereka sampai di sebuah gedung tempat acara dilaksanakan. Terlihat mobil-mobil telah ramai memadati halaman parkir. 
"Sebenarnya acara apa sih, Pa?" Rianti bertanya pada papanya yang sedang memarkirkan mobil.
"Acara kumpul-kumpul dengan relasi bisnis aja, Sayang. Sekalian ada teman Papa, Pak Rahmat Dijaya mau memperkenalkan anaknya yang baru kembali dari luar negeri." Papa mematikan mesin mobil lalu segera ke luar. Mama dan kedua adik Rianti bergegas turun, hanya Rianti yang terlihat ogah-ogahan.

"Ayo, Rianti!" Mama memanggil Rianti tak sabar.
"Iya, Ma." Rianti turn masih dengan perasaan tak nyaman.
Berlima mereka memasuki gedung yang telah ramai dipadati oleh para tamu undangan. Melihat kedatangan Pak Arif, Pak Rahmat yang punya acar bergegas menghampiri. 

"Hai, Pak Arif. Selamat datang. Wah kebetulan banget nih, lengkap semua ya malam ini." Pak Rahmat memeluk papa dengan erat. 
"Iya, Pak Rahmat. Ini istri tercinta sesekali ingin juga memperkenalkan anak-anak gadisnya dengan teman-teman kita. Suatu saat, kita semua juga akan menjadi partner kerja mereka, anak-anak muda ini." papa menyambut ucapan Pak Rahmat dengan hangat.
"Hahaha, benar sekali Pak arif. Terutama partner dengan anak-anak lajang saya tentunya." Pak rahmat terkekeh seraya mengedipkan matanya pada papa Rianti. Papa Rianti ikut terkekeh.

Rianti merasa heran, di mana ya lucunya. Sementara sang mama terlihat hanya senyum-senyum sennag mendengar percakapan sang suami dan teman bisnisnya itu,
Siska dan Amelia telah menghilang, ke mana lagi kalau buka ke tempat makanan. Berbagai hidangan, makanan, dan minuman terlihat memenuhi sudut-sudut ruangan. 

"Silakan ambil tempat duduk, Pak Arif, Bu Winda." Pak Arif mempersilakan.  Pak Rahmat mengantar papa dan mama ke kursi dan meja bulat yang terletak di bagian depan. Rianti mengikuti dari belakang. Mereka pun duduk dan mencoba menikmati suasana yang sangat ramai menurut Rianti. 

"Saya tinggal dulu, ya, Pak Arif, Bu Winda. Silakan nikmati hidangannya" Pak Rahmat pun pamit. 
"Baik, Pak Rahmat. Terima kasih." Pak Arif menjawab dan mengangguk pada Pak Rahmat.

Tak berapa lama, Siska  dan Amelia datang membawa beberapa kue-kue dan buah. Sementara minuman diantarin oleh para pelayan. 
"Ayo, Kak. Dimakan. Enak-enak semua ini, Kak." Amelia menawarkan makanan yang dibawanya pada Rianti. 
"Sudah dicicipi semua ini, dek?" Tanya Rianti seraya senyum-senyum pada kedua adiknya.
"Sudah dong, Kak. Makanya kami tahu semuanya enak." Amelia cekikikan diikuti oleh Siska. Rianti hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan kedua adiknya.

"Bu Winda, aduh, lama juga kita nggak bertemu. Apa kabar?" Tiba-tiba seorang wanita cantik  usia lima puluhan tahun menghampiri meja mereka. 
"Wah, Bu Aini. Makin cantik saja. Alhamdulillah kabar saya baik."  Mama Rianti berdiri dan berpelukan dengan wanita yang dipanggil Bu Aini. Pak Arif berdiri dan berjalan menghampiri rekan-rekan bisnisnya yang lain.

"Ini anak gadisnya Bu Winda?" Bu Aini menatap Rianti, lalu Siska, terakhir pada Amelia. Mata wanita itu berbinar melihat gadis-gadis cantik yang seketika berdiri dan menyalaminya dengan hormat.
"Iya, Bu Aini. Ini ketiga anak gadis saya, yang besar Rianti, yang nomor dua Siska dan yang bungsu Amelia." Bu Winda memperkenalkan anak gadisnya satu persatu. 

"Wah, cantik-cantik semua. Kalau gitu bisa dong kita besanan." Bu Aini mengedipkan matanya pada Bu Winda. 
"Kalau itu, bisa diatur Bu Aini." Bu Winda terkekeh senang. Giliran ketiga anak gadisnya yang menoleh dengan heran.

"Ma, Rianti ke toilet dulu bentar, ya." Rianti tiba-tiba kebelet ingin pipis. 
"Amel antar, Kak?" tanya Amelia.
"Nggak usah, kamu di sini aja." Rianti berdiri dan berjalan ke arah samping begitu matanya melihat tulisan toilet. Rianti melewati tempat makanan dan minuman. Beberapa orang terlihat sedang mengitari tempat kue dan buah. Rianti berjalan seraya menundukkan wajahnya. 

"Rianti?" Tiba-tiba seseorang memanggil namanya. Dan kaki Rianti terasa lemas melihat siapa yang berada tak jauh darinya. Ada Sherly, Gilang, Wina, dan Bram. Mereka semua pegawai dan staf di kantor tempat ia menjadi cleaning servis.  Keempat orang itu menatap Rianti dengan mata membulat. Tak ada yang dapat menyembunyikan rasa terkejutnya. Gilang dan Bram tidak hanya menatap Rianti dengan tatapan kaget, tetapi juga dengan tatapan terpesona.

"Hai, maaf. Aku sedang buru-buru, mau ke toilet. Aku permisi dulu, ya." Rianti kembali melanjutkan langkahnya yang tadi terhenti. Mereka hanya mengangguk dan menatap kepergian Rianti dengan wajah melongo.

"Lo terlihat begitu berbeda. Tapi dengan gaya seperti apapun, menjadi seorang cleaning servis atau pun menjadi putri seorang pengusaha kaya, lo tetap kelihatan cantik dan menarik." Tiba-tiba sesosok wajah tampan telah berdiri di hadapan Rianti. Rianti mendongak. Laki-laki dengan kemeja berwarna biru muda dan celana kain berwarna blue back, tersenyum dengan tatapan mata menggoda. 

Rianti meneguk ludahnya. Ternyata tidak hanya Rianti yang berubah malam ini. Lelaki tampan di depannya ini juga terlihat sangat berbeda. Padhal mereka tidak sedang menjadi tokoh sinetron. Tetapi kenapa laki-laki ini tak terlihat seperti seorang cleaning servis? Apa ada dua atau banyak Pak Arif di dunia ini? 

Bersambung .....

Maaf, ceritanya makin tak jelas. Udah seperti sinetron aja. hihihi.

0 comments:

Posting Komentar