#Mengejar_Cinta_Rianti
#Episode_4
Ngelanjutin cerita Riantinya uni Marlina Al Afsha (kata kerennya kolab yee) .....
Terima kasih admin yang telah berkenan approve ...
Setelah sholat magrib, Riao mengantar Rianti ke alamat rumah yang diberikan oleh Rianti. Sampai di depan rumah besar dan mewah dengan pagar tinggi itu, Rio menghentikan motornya.
"Ini rumah lo Rianti?" tanya Rio penuh selidik.
"Yee, mimpi kali gue punya rumah kayak gini. Ini rumah majikan mak gue. Gue ikutan mak gue lah bantu-bantu juga di sini," ucap Rianti seraya nyengir.
"Oh," ucap Rio manggut-manggut.
"Yuk, ah. Gue masuk ya. Makasih udah antarin gue sampai ke sini," ucap Rianti seraya melambaikan tangan dan melenggang masuk ke dalam halaman rumah yang lumayan luas itu.
Rianti masuk ke dalam rumah setelah mengucapkan salam. Ruang tamu sepi, ia langsung menuju ruang keluarga. Tapi kondisinya sama. Tak ada papa dan mamanya serta adiknya yang cerewet itu. Ah pada kemana mereka.
Akhirnya Rianti naik ke lantai atas, langsung menuju kamar mamanya.
"Ma, Rianti pulang!" soraknya begitu sampai di depan pintu kamar sang mama.
"Hai, sayang. Kenapa pulangnya lama sekali?" wanita cantik yang berumur 50 an tahun itu telah berada di depan Rianti. Memeluk Rianti dengan penuh rindu. Seharian tidak bertemu dengan anak gadisnya membuat ia merasa telah berhari-hari tak melihat gadis cantiknya ini.
"Iya, Ma. Tadi mampir sholat magrib dulu sebelum pulang," ujar Rianti. Rianti melihat papanya hanya menoleh sekilas padanya. Rianti tahu, pasti papanya takut seandainya Rianti keceplosan menceritakan pekerjaannya di kantor tempatnya bekerja.
"Ayo, sana. Kamu mandi dan ganti baju dulu ya. Mama dan papa tunggu makan di bawah, ya," ucap mamanya dengan senyum manisnya.
"oke, bos!" jawab Rianti seraya mengacungkan jempolnya dan segera berlalu ke kamarnya. Ah, lagi-lagi ia merasa begitu lelah setelah seharian bekerja.
****
Pagi terasa begitu cerah. Rianti bersenandung kecil seraya mengeluarkan motor meticnya. Setelah pamit dengan mama dan papanya, serta adik kesayangannya, Rianti pun bersiap untuk mengendarai motornya menuju tempat kerjanya. Tapi baru saja motornya ke luar dari pintu gerbang pagar rumahnya, Rio dan motor besarnya telah menunggu di depan gerbang pagar.
"Ngapain lo pagi-pagi udah sampai di sini?" tanya Rianti heran.
"Jemput lo lah," jawabnya santai. Mata Rianti membulat.
"Mimpi apa lo semalam jadi baik gini ama gue," ucap Rianti.
"Mimpiin kamu," jawab Rio lagi dengan cengar cengir.
"Ga, ah. Gue mau berangkat sendiri aja," tolak Rianti.
"Ye, ga asyik lo. Udah jauh-jauh juga gue jemput lo ke sini," protes Rio.
"Siapa juga yang suruh lo jemput gue," jawab Rianti santai seraya bersiap menjalankan motornya.
"Ayo lah Rianti. Mubazir lho kita ke tempat tujuan yang sama, tapi pakai dua kendraan. Lagian sayang nih helm barunya udah gue bawain," bujuk Rio.
"Oke, tapi besok-besok ga usah jemput-jemput lagi ya," ucap Rianti seraya memasukkan motornya kembali. Untung mamanya masih sibuk di dalam, mempersiapkan keperluan papanya yang akan berangkat ke luar kota.
Rio tersenyum senang. Diserahkannya helm yang baru mereka beli kemarin. Rianti pun menerima helm tersebut tanpa senyum. Setelah naik di belakang Rio, motor berwarna hitam itu pun segera melesat membelah keramaian kota.
Sebelum sampai ke kantor, Rio berhenti di warung soto betawi dan memesan empat bungkus soto betawi. Rianti merasa heran, ini cleaning servis kayak yang banyak duit aja. Tiap hari bawain rekan-rekan sesama cleaning servis sarapan pagi. Tapi Rianti cuex aja, mencoba masa bodoh dengan apa yang dilakukan Rio.
Lebih kurang dua puluh menit, mereka pun sampai di halaman parkir. Tepat ketika Rianti turun dari boncengan Rio dan membuka helmnya, pimpinan mereka juga memasuki halaman parkir. Pak Afdi memarkir mobilnya tak jauh dari Rio parkir. Akhirnya mereka bertiga berbarengan memasuki gedung kantor.
Rianti berjalan santai dan cuex tanpa menyapa pimpinannya. Tak seperti pegawai-pegawai yang lain yang selalu bersikap sopan dan hormat kepada pimpinan mereka. Rio pun sama. Tanpa menyapa dan mengucapkan salam pada pimpinannya, ia berlalu begitu saja menuju ruangan cleaning servis bersama Rianti. Pak Afdi hanya menatap punggung kedua pegawainya dengan alis bertaut.
Rianti dan Rio sampai di ruangan mereka. Ivo dan Bima seda telah berada di ruangan seraya minum teh.
"Wah, ada sarapan lagi nih," sorak Ivo dengan mata berbinar.
"Nih, sekalian masukin ke mangkok buat kita semua ya," ucap Rio seraya menyerahkan bungkusan soto betawinya pada Ivo. Ivo menerimanya dengan senang hati.
Tidak berapa lama, mereka berempat pun makan dengan lahap. Tentu saja seperti biasa, cerita dan lelucon Ivo serta Rio meramaikan ruangan mereka. Gelak tawa mewarnai pagi hari mereka. Setelah selesai sarapan, mereka pun kembali bersiap dengan tugas masing-masing.
Hari ini, Rianti mendapatkan tugas membersihkan ruangan kerja pimpinan mereka. Pak Afdi. Sebenarnya Rianti malas sekali masuk ke ruangan kepalanya yang sombong itu. Tapi Rianti menyabarkan hatinya. Hanya tiga bulan, setelah itu ia akan terbebas dari semua tugas ini.
Seraya membawa kopi, Rianti masuk ke ruangan Pak Afdi setelah mengucapkan salam. Pak Afdi hanya meliriknya sekilas. Tanpa mengucapkan terima kasih ketika Rianti meletakkan kopi di samping laptopnya, Pak Afdi tetap fokus ke layar laptopnya.
Pagi ini Rianti hanya perlu merapikan berkas-berkas dan dokumen-dokmen yang ada di lemari ruangan pimpinannya ini. Sebab lantai dan meja serta kursi telah ia bersihkan kemarin sebelum pulang. Rianti bekerja seraya bersenandung kecil. Sebenarnya ia merasa tak nyaman hanya berdua saja dengan laki-laki dingin ini.
"Itu pintu kenapa kamu buka dari tadi?" tanya Pak Afdi tiba-tiba.
Rianti mendongak.
"Ga baik, Pak kalau pintunya ditutup. Kita hanya berdua aja di ruangan ini. Kita bukan mukhrim, Pak," jawab Rianti santai. Laki-laki itu menatapnya dengan tatapan mata yang sulit diartikan.
Tiba-tiba laki-laki berperawakan tinggi dan berkulit putih itu menekan tombol telphon kantor, Lalu terdengar suara beratnya.
"Bu Indah, tolong suruh Ivo ke ruangan saya," perintahnya.
Rianti yang mendengar itu hanya mengedikkan bahunya acuh. Tak berapa lama, terdengar langkah kaki mendekat.
Pasti Ivo lah yang datang, batin Rianti. Mau apa laki-laki ini menyruruh Ivo ke sini.
"Ivo, mulai hari ini, tolong kamu yang bersihkan ruangan saya. Temanmu ini mungkin berpikir kalau saya akan tertarik padanya," ucap laki-laki itu pada Ivo seraya menatap Rianti sinis. Rianti menelan ludahnya yang terasa pahit. Laki-laki sombong rutuknya dalam hati.
"Kamu boleh meninggalkan ruangan saya, dan tolong ditutup pintunya. Percuma saya menyalakan AC kalau kamu membuka pintu ruangan saya dengan seenaknya," ucap Pak Afdi tanpa menoleh kepada Rianti. Dengan menahan amarah di dada, Rianti berlalu ke luar dan menutup pintu ruangan pimpinanannya itu dengan kasar. Ivo sampai terlonjak kaget mendengar bunyinya.
Rianti segera menuju ruangan cleaning servis. Ternyata di dalam telah duduk Rio dengan santainya.
"Kenapa tuh wajah lo ditekuk begitu? Udah kayak jeruk purut tau," ucap Rio dengan mata menggoda.
"Bos lo tuh, reseh amat ama gue," ucap Rianti kesal seraya menghenyakkan pantatnya di kursi.
"Jangan-janga dia suka ama lo," ujar Rio seraya terbahak. Rianti mendelik kesal.
"Gila aja lo, bos suka ama CS kayak gue," jawab Rianti makin sebel.
"Jadi kalau ga CS boleh tuh bos suka ama lo?" kejar Rio lagi masih dengan tatapan usilnya.
"Apaan sih Rio. Ga lucu tau," jawab Rianti seraya bangkit. Ia jadi malas meladeni Rio.
"Eit, mau kemana? Sory, gue hanya bercanda," ucap Rio seraya berdiri menghalangi Rianti ke luar ruangan.
"Gue mau ke toilet. Lo mau ikut?" tanya Rianti dengan tatapan mata seakan ingin menelan Rio.
"Ups, maaf. Silakan nona cantik," ucap Rio seraya membukakan pintu untuk Rianti.
Setelah membasuh mukanya di kamar mandi, Rianti pun segera kembali ke ruangan mereka. Ini waktunya membuatkan teh dan kopi untuk para karyawan kantor. Biasanya Ivo lah yang bertugas membuatkan minuman untuk para karyawan. Tetapi karena Ivo sedang menggantikan tugasnya di ruangan sang pimpinan, tentu sekarang Rianti juga yang harus menggantikan pekerjaan Ivo. Sebelum nanti pukul sepuluh, seperti jadwalnya, Rianti harus membersihkan kamar mandi dan toilet di lantai satu.
Begitu memasuki ruangan divisi pemasaran, semua mata menatap kedatangan Rianti.
"Hai, cantik. Buat aku kopi dong," tiba-tiba laki-laki yang kalau tidak salah bernama Bram mengangkat tangannya ke arah Rianti. Baru saja Rianti akan mengantarkan gelas-gelas itu ke masing-masing meja, Rio telah berdiri tepat di sampingnya.
"Biar gue aja," ucap Rio dan mengambil alih baki berisi gelas-gelas teh dan kopi. Rianti hanya mengangguk.
"Rianti, belikan aku somay yang di depan kantor ya," Sarah mengacungkan selembar uang dua puluh ribu pada Rianti.
"Mas titip juga ya Dek," ujar yang lainnya. Rianti beristighfar dalam hati. Berat sekali cobaan jadi cleaning servis ini ternyata. Semua main perintah aja. Rianti hanya bisa mengangguk dan menrima uang yang disodorkan padanya.
"Ga pake lama, ya," pesan Sarah lagi dengan gaya sok cantiknya. Ya Tuhan, Rianti merasa benar-benar ingin melempar uang di tangannya itu pada perempuan genit itu.
Rianti hanya diam dan segera ke luar ruangan. Rio bergegas mengikuti Rianti.
"Biar gue temani," ucap Rio menjajari langkah kaki Rianti. Rianti hanya melirik sekilas. Mereka berdua pun menyeberangi jalan yang masih juga padat di jam kerja seperti ini. Membungkus pesanan Sarah dan temannya.
Sambil menunggu pesanan mereka, Rianti bertanya pada Rio.
"Andai lo bisa memilih pekerjaan, pekerjaan apa yang ingin lo dapatkan Rio?' ujar Rianti.
"Mmmhhhh .... apa ya. Gue ga pernah berpikir yang muluk-muluk. Pekerjaan apa aja asalkan menyenangkan untuk gue, jalani dan bisa memberikan manfaat untuk orang banyak, itulah yang gue inginkan," jawab Rio seraya menatap wajah Rianti dengan lembut. Ada yang terasa hangat di dada Rianti menerima tatapan Rio.
Tidak berapa lama pesanan mereka pun selesai. Rianti dan Rio segera bergegas kembali ke kantor. Rio mengambil bungkusan siomay dari tangan Rianti dan melenggang menuju ruangan divisi pemasaran. Rianti hanya menatap punggung Rio.
Ah, lelaki tampan, baik hati, sayang sekali jika hidupnya hanya berakhir sebagai cleaning servis. Harusnya ia bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik lagi. Tapi bukan kah sangat sulit mencari pekerjaan saat ini?
Andai kelak Rianti telah memegan perusahaannya, Rianti ingin sekali mengajak Rio, Ivo dan Bima untuk turut pindah ke perusahaannya. Akan diberikannya pekerjaan yang layak untuk ketiga sahabatnya itu.
******
Sudah lewat pukul lima sore. Ivo dan BIma telah pulang beberapa waktu lalu. Rio tak keliatan dari habis sholat asyar tadi. Padahal Rianti ga bawa motor gara-gara Rio menjemputnya tadi pagi. Harusnya Rio bertanggung jawab mengantarnya pulang kembali. Ah, masa Rianti harus memesan taksi online dari kantor. Nanti jika ada yang melihatnya bagaimana? Ga cocok banget cleaning servis naik taksi online.
Akhirnya Rianti berjalan ke luar halamn kantor. Mungkin lebih baik ia berjalan ke halte terdekat dan memesan taksi online dari sana. Duh, mana langit mendung, Rianti yakin tak berapa lama lagi hujan pasti akan mengguyur kota Jakarta.
Rianti sampai di halte terdekat, dan benar saja ia disambut oleh hujan begitu menjejakkan kaki di halte. Halte tidak terlalu ramai. Rianti duduk merapatkan kedua belah tangannya ke dada. Belum apa-apa udara udah terasa dingin buat Rianti. Dan tak lama kemudain, ia pun bersin-bersin karena menghirup bau tanah basah. Ah selalu begini, Rianti bergumam sendiri.
Tiba-tiba sebuah mobil sedan berwarna hitam berhenti tepat di depan Rianti. Seseorang turun dengan sebuah payung di tangan. Mata Rianti terbelalak menatap laki-laki yang berjalan ke arahnya. Ingin rasanya Rianti berlari menghindari laki-laki sombong itu. Tapi hujan yang deras membuat kakinya tak bisa bergerak.
"Ayo, saya antar pulang," ucap Pak Afdi pada Rianti masih dengan nada suara datar.
"Ga usah, Pak. Makasih." jawab Rianti tanpa menoleh pada laki-laki di depannya. Dan Rianti kembali bersin.
"Ini, saya tunggu di mobil," ucap Pak Afdi seraya menyerahkan payungnya pada Rianti. Di anatar rasa bingung, tangan Rianti telah menerima payung yang diberikan oleh pimpinannya itu. Lalu laki-laki itu pun menerobos hujan. Rianti menatapnya tak percaya. Laki-laki sombong itu mau basah kuyub karena ingin memberikan tumpangan padanya?
Akhirnya dengan berat hati, Rianti beranjak dan menuju mobil yang menunggunya itu. Ragu-ragu Rianti membuka pintu mobil bagian depan. Sebelum masuk, Rianti menutup payung yang dipegangnya terlebih dahulu. Setelah itu baru dituutpnya pintu mobil.
"Sini," ujar Pak Afdi menjangkau payung di tangan Rianti. Rianti menyerahkannya dengan sedikit sungkan. Lalu pak Afdi meletakkan payung yang basah itu di belakang.
"Maaf, Pak. Mobil Bapak jadi basah," ucap Rianti tak enak. Meski Rianti tak menyukai laki-laki ini, tapi masih ada rasa sungkan di hati Rianti karena laki-laki ini telah menolongnya, memberikan tumpangan di tengah hujan lebat seperti ini.
"Tak apa," ujarnya singkat tanpa menoleh pada Rianti.
"Tolong share alamat rumahmu di sini," ujar Pak Afdi seraya memberikan ponselnya pada Rianti. Lagi-lagi Rianti menerimanya dengan ragu. Tapi akhirnya Rianti mengambilnya juga dan mencari aplikasi google map di ponsel pimpinannya itu. Setelah selesai, Rianti kembali menyerahkan nya kepada Pak Afdi.
Lalu mereka melewati perjalanan dalam diam. Sesekali Rianti melirik lelaki yang sedang fokus dengan jalanan. Dia ternyata tampan juga, bisik Rianti dalam hati.
Lebih satu jam, akhirnya mereka sampai di alamat yang diberikan Rianti.
"Kamu tinggal di sini?" tanya Pak Afdi dengan tatapan heran.
"Iya, Pak. Saya tinggal di sini. Tapi saya di sini numpang pak. Karena ibu saya kerja di sini pak," ucap Rianti dengan mimik wajah meyakinkan. Lelaki itu terlihat mengangguk paham.
"Makasih ya Pak, udah ngantarin saya," ucap Rianti sebelum turun.
"Sama-sama," jawab Afdi dan bersiap untuk segera pergi.
Siapa sebenarnya gadis ini? Wajahnya sangat tidak cocok untuk menjadi seorang cleaning servis. Terlalu cantik dan terlihat berpendidikan, Afdi merasa bingung. Eh kenapa ia jadi memikirkan gadis tidak sopan itu ya. Afdi merutuk dirinya sendiri.
bersambung .....
0 comments:
Posting Komentar