#Mengejar Cinta Rianti 1
#Cerpen Marlina Al Marlina Al Afsha
Penulis pemula, belajar menulis. Mohon masukan dan kritikannya kakak2 senior.
Hari ini adalah hari pertama Rianti bekerja. Setelah satu bulan Rianti mendapatkan gelar sarjana ekonomi dari universitas ternama di kota ini, Rianti pun mendapatkan tugas dari sang papa untuk mulai mengaplikasikan ilmunya di dunia kerja. Papanya pun memasukkan Rianti ke sebuah perusahaan properti milik sahabat baiknya. Dekon Utama Properti.
Sebenarnya, Rianti ingin protes kepada papanya. Mengapa ia tidak bekerja di perusahaan papanya saja. Toh urusannya akan lebih mudah. Tapi Rianti tahu, papanya bukanlah seorang laki-laki yang gampang dirayu, meski dengan air mata sekalipun. Ia tidak akan goyah. Jadi, ya ... sebaiknya Rianti mengikuti saja apa kemauan papanya. Alasan papanya adalah agar Rianti berlatih dulu di lapangan, sehingga memiliki pengalaman. Barulah setelah matang, Rianti akan mengurus perusahaan papanya sendiri.
Dan ... di sinilah Rianti sekarang. Di parkiran gedung perkantoran Dekon Utama Properti. Terburu-buru Rianti memarkirkan sepeda motor scoopynya. Saran papanya juga agar Rianti berangkat dengan naik motor saja, karena parkiran kantor tempat ia akan bekerja pasti penuh oleh kendaraan pegawai. Meski sang mama merasa keberatan, tapi lagi-lagi Rianti kembali menuruti kemauan papanya. Namun, sialnya, di hari pertama Rianti bekerja ia harus datang terlambat, karena tiba-tiba scoopy kesayangannya pakai acara mogok segala di perjalanan tadi.
Jadilah, gadis cantik dengan jilbab tapi tetap bergaya casual itu, berlari-lari memasuki lobi dan dengan tergesa menuju meja resepsionis. Lagi-lagi kesialan berikutnya kembali menimpa gadis bertubuh ramping itu. Tubuhnya yang terdorong ke arah meja resepsionis menabrak tanpa sengaja seorang laki-laki berjas hitam yang juga berjalan dari arah samping melewati meja resepsionis. Jantung Rianti berdetak kencang. Dengan melirik takut-takut, Rianti memohon maaf atas kecerobohannya.
"Maaf ... Pak. Saya ... saya ... nggak sengaja," ucap Rianti tergagap. Tapi laki-laki yang baru ditabraknya menatapnya acuh seperti tidak pernah mendengar apa-apa. Lalu laki-laki dengan wajah dingin itu berlalu begitu saja dari hadapan Rianti. Rianti merutuk dalam hati.
"Ada yang bisa saya bantu, Mba?" tiba-tiba gadis yang duduk di belakang meja resepsionis menyadarkan lamunan Rianti.
"Eh, iya, Mba. Saya mau bertemu Pak Afdi, Mba," ucap Rianti dengan suara riang.
"Sudah ada janji sebelumnya, Mba?" kembali gadis berkerudung warna ping di depannya bertanya dengan ramah.
"Sudah, Mba. Saya Rianti Artari, pegawai baru di sini, Mba," jawab Rianti dengan pasti. Perempuan di depannya terlihat memperhatikan layar komputer di hadapannya.
"Baik, Mba. Mari, saya antar ke ruangan Bapak Afdi, Mba," ujarnya seraya mempersilakan Rianti berjalan di sampingnya. Rianti melangkahkan kakinya dengan ringan.
Setelah melewati beberapa ruangan, dan berbelok ke arah kanan, mereka pun sampai di depan sebuah ruangan dengan tulisan Direktur. Perempuan yang menurut Rianti cukup cantik dan menarik itu pun mengetuk pintu di hadapan mereka. Lalu tidak berapa lama, terdengar suara mempersilakan mereka masuk dari dalam ruangan.
Si resepsionis yang belum Rianti kenal namanya membuka pintu dan mempersilakan Rianti masuk.
"Ini pegawai baru yang Bapak tunggu, Pak," ucapnya dengan sopan.
"Baik, terima kasih. Kamu boleh kembali, Mira," ucapnya dengan suara datar. Perempuan yang dipanggil Mira pun segera berlalu meninggalkan ruangan yang lumayan besar itu.
"Duduk!" perintahnya tanpa mengangkat wajahnya dari layar laptop di depannya. Rianti pun menghenyakkan pantatnya dengan santai di kursi di hadapan sang direktur yang lumayan tampan itu. Bukan lumayan sebenarnya kalau diperhatikan baik-baik, tapi sangat tampan. Uh, yang benar saja, Rianti mengutuk dalam hati. Cantik dan tampannya seseorang hanya karena hatinya.
"Mulai hari ini kamu akan bekerja di sini, di bagian cleaning servis. Semua tugas dan peraturan di perusahaan ini akan dijelaskan oleh Ibu Indah, bagian divisi rumah tangga," ujar laki-laki tersebut dengan santai. Namun ucapannya yang terdengar santai itu telah mampu membuat jantung Rianti berhenti berdetak beberap detik lamanya.
"Apa, cleaning servis?" mulut Rianti menganga dengan takjud. Papanya mengirimnya ke perusahaan ini hanya untuk menjadi seorang cleaning servis? Yang benar saja. Bahkan Rianti bisa mencari pekerjaan sendiri tanpa bantuan papanya, bahkan mungkin bisa lebih hebat dari laki-laki sombong di hadapannya ini. Seorang sarjana ekonomi, dengan lulusan terbaik di universitasnya, berwajah cantik, pernah magang di perusahaan berskala internasional selama enam bulan.
"Kenapa? Ada masalah dengan cleaning servis? Pekerjaan apa memangnya yang bisa diharapkan oleh seorang lulusan SMA?" suara itu terdengar sarkas dan mengejek. Rianti meremas jemari tangannya menahan amarah.
"Tidak, Pak. Tidak ada masalah. Baiklah, Pak, siapa yang bisa saya hubungi untuk menanyakan tugas-tugas saya," ucap Rianti dengan suara serak menahan rasa kesal dan sakit hati. Laki-laki itu tidak menjawab, tapi segera menekan telpon di samping mejanya. Setelah mendengar nada tersambung, ia pun segera bicara.
"Bu Indah, bisa ke ruangan saya. Sekalian bawakan baju seragam buat CS baru ya," ujarnya masih dengan suara datar tanpa ekspresi. Setelah itu, ruangan kembali hening. Laki-laki di hadapan Rianti kembali sibuk dengan laptop di hadapannya. Sementara Rianti hanya bisa menunduk. Dalam hati ia ingin sekali mengumpat papanya. Tapi, Rianti tahu itu berdosa. Rianti tidak mau menjadi anak durhaka. Sabar ... sabar .... Rianti berguman dalam hati seraya mengurut dadanya pelan-pelan. Lalu seraya memejamkan mata Rianti mengucapkan istighfar berkali-kali.
Tidak berapa lama terdengar ketukan di pintu.
"Masuk!" ucap laki-laki di hadapannya tanpa mengangkat wajahnya dari laptop di hadapannya.
"Bu Indah, ini cleaning servis baru di kantor kita. Tolong jelaskan tugas dan peraturan di kantor kita ini. Sekalian tunjukkan ruangannya," ujar sang direktur, kali ini terdengar sedikit ramah. Mungkin karena bicara dengan seseorang yang lebih tua darinya.
"Baik, Pak. Ayo, dek. Ikut sama Ibu," ucap bu Indah dengan lembut. Rianti segera berdiri, lalu mengikuti langkah bu Indah tanpa pamit pada sang direktur.
"Jangan lupa, besok kamu harus datang tepat waktu. Jangan seperti hari ini, pertama kali masuk kerja pun sudah datang terlambat," suara yang terdengar tegas dan penuh penekanan itu sempat menghentikan langkah Rianti untuk beberapa detik. Selanjutnya gadis berkulit putih bersih itu melenggang santai mengikuti langkah bu Indah. Hal pertama yang ingin dilakukan Rianti adalah menelpon sang papa tercinta.
Bersambung ...
0 comments:
Posting Komentar