CERBUNG JILID 1

*Aku Bukan Wanita Bodoh*

*Jilid.....1*


Orang biasa memanggilku Bu Amin, karena begitulah biasanya di lingkungan asrama militer seorang ibu persit biasa di panggil sesuai nama sang suami.

Aku dengan senang hati membiarkan ijasah sarjanaku hanya menjadi penghuni lemari demi mengurus kedua buah hatiku Aliya yang baru duduk di kelas tiga SD dan Radit si bungsu yang baru memasuki PAUD. Ku curahkan segenap hidupku untuk mengurus keluarga kecilku tanpa sedikitpun mengeluh.

Sebagai seorang ibu rumahtangga sebisa mungkin aku harus pandai mengatur setiap rupiah yang di berikan suami.

Aku dan suami hanya terpaut tiga tahun. Usiaku 36 tahun tiga tahun lebih muda di bawah usia suami.

Suamiku adalah seorang anggota TNI AD bertugas di salah satu satuan di timur Indonesia.

Sejak menikah tak.sekalipun aku meninggalkan suamiku saat bertugas. Ke manapun suamiku pergi aku selalu ikut mendampingi. Meski berasal dari kota besar dan dari keluarga berada tapi sebisa.mungkin aku beradaptasi dengan lingkungan tempat tugas suami di manapun itu.

Makan seadanya saat bahan makanan habis, bukan karena tidak punya uang tapi situasi dan lokasi.tempat tugas suami yang sangat.terpencil dan jauh dari kota sehingga untuk membeli beraspun butuh waktu berhari hari. Di saat seperti itu singkong dan pisang rebus atau pisang mentah.yang di parut akan jadi makanan paling nikmat bagi kami. Tak sekalipun aku mengeluh. Bagiku berkumpul dengan suami dan anak anak adalah nikmat yang tiada duanya. Bersama melewati suka duka susah senang dengan selalu bersyukur.

Hingga suatu hari kabar gembira itu datang. Suamiku di dimutasikan ke daerah Jawa Barat. Tentu saja.Aku sangat gembira mendengar berita ini.Itu artinya kami akan segera berkumpul lagi.dengan keluarga besar yang ada di Jawa Barat. Dengan sukacita kami segera berkemas mengurus segala keperluan untuk kepindahan nanti. Bayangan masa depan yang bahagia terbayang di pelupuk mata. Aku tak akan capek lagi memarut singkong atau pisang setiap hari hanya untuk mengganjal perut. Aku tak perlu capek berjalan berkali-kilo hanya untuk menemukan signal agar bisa menelpon keluarga. Ah yang terbayang hanyalah keindahan hidup kembali di kota besar. Takkan ada kesulitan lagi.

"Kamu bahagia ya Bun sebentar lagi kita tinggalkan tempat ini." Suamiku menggodaku sambil mengelus lembut kepalaku. Aku hanya tersenyum bahagia menatapnya. Laki-laki sempurna yang diberikan Tuhan untukku. Sangat menyayangi keluarga, semoga seterusnya seperti itu. Doaku dalam hati.

Di iringi tangis haru dari masyrakat setempat kami pergi meninggalkan desa tempat suami mengabdi sekian lama. Meski berat tapi aku bahagia. Saatnya kesusahan itu terlewati.

Dan di sinilah kami di tanah Pasundan kembali aku mengabdikan diri mendampingi Mas Amin bertugas.

Perlahan kami membangun rumah. Tabungan kami selama bertugas di luar Jawa cukup untuk membangun rumah dan membeli kendaraan roda empat. Aku menjalani hari-hariku seperti biasa. Hanya bedanya di sini semua di jalani dengan segala kemudahan. Aku bisa mengantar anak ke sekolah dengan kendaraan tanpa harus capek berjalan kaki di bawah terik matahari ataupun derasnya hujan. Semua itu aku jalani dengan rasa syukur.

Tapi ternyata kebahagiaanku hanya sementara. Cinta dan kesetiaan yang kami bangun bertahun tahun harus tergores dengan yang namanya penghianatan. Ya suamiku tergoda wanita lain. Dan yang lebih menyakitkan lagi wanita itu adalah tetangga depan rumah kami. Berawal dari sebuah chat yang membuka semua tabir perselingkuhan mereka. 

Aku menangis sejadi-jadinya saat tau harga diriku jatuh cuma karena janda depan rumah. Aku akui secara fisik aku jauh lebih cantik. Badanku langsung meski sudah beranak.dua. meski hidup bukan bergelimang harta tapi untuk merawat  wajah dan badan sudah jadi rutinitas setiap hari tentu saja setelah urusan sebagai ibu rumahtangga selesai ku tunaikan.

Kepalaku pening memikirkan tingkah Mas Amin. Sebagai istri aku merasa sudah sempurna apalagi sebagai ibu, untuk urusan wajah dan body aku masih menang telak atas janda depan rumah itu. Apa yang membuat cinta suamiku harus berpaling aku tak habis pikir.

Sebagai manusia biasa wajar aku sakit hati. Ingin rasanya ku datangi wanita itu menjambaknya sepuas hati memakinya atau meracuninya dengan sianida. Tapi itu terlalu bodoh dan hanya merugikan saja,pikirku.
"Tidak Merry, yang kamu pikirkan itu bodoh. Masih ada cara cantik yang bisa kamu lakukan untuk si Karin sang pelakor."

Puas menangis aku bangkit dari.tempat tidur. Untung anakku masih di sekolah dan si bungsu lagi tidur jadi tidak perlu mereka tahu apa yang terjadi dengan ibunya.

"Sudahlah Bun kamu terima saja si Karin. Aku terlanjur mencintainya. Kalaupun aku tak bisa menikahinya secara sah aku akan tetap menikahinya walau hanya nikah sirih." Lupa dia sebagai apa dia, lupa dia kalau karir dan jabatannya jadi taruhan.

Ucapan suamiku tadi begitu sakit menusuk hatiku. Serasa lemas persendian. Berasa mimpi. Laki-laki yang kupuja selama ini dengan enteng memintaku berbagi cinta dengan selingkuhannya. Ingin ku maki sepuas hati atau ku cakar saja wajah Mas Amin tapi urung ku lakukan.
Percuma marah kepada orang yang lagi di mabuk asmara.

Aku berdiri di atas balkon rumah dan menatap rumah di depan milik si Karin wanita penggoda suamiku. Wanita dengan tinggi kuperkirakan 150 cm dengan berat badan 60 kilogram ya aku ingat beratnya segitu saat terakhir menimbang berat badan waktu aerobik bulan kemarin.

Kalau tak mau di sebut buntelan yah gajah duduk, rutukkuu dalam hati gemes membayangkan tingkah dua orang yg lagi jatuh cinta seakan lupa akan usia. Usianya juga jauh di atasku tapi bisa membuat suamiku lupa jalan pulang.

Ku edarkan pandanganku ke sekeliling rumah wanita itu. Mobil mewah dua unit berjejer manis di depan rumahnya.
Toko bangunan di sebelahnya cukup ramai oleh pembeli. Ya itu toko milik si Karin. Pundi pundi uangnya pasti mengalir dari situ. Belum dengan penghasilan sawahnya yang luas. Kelihatan dari perhiasannya yang di pakai setiap hari menunjukan kalau wanita penggoda itu memang kaya raya meski terkesan norak karena gelondongan emas yang melingkar dari leher sampai kaki. Apa itu yang membuat suamiku kepincut? Harta wanita itukah?

Oalah...seandainya Mas Amin jatuh.Cinta cuma karena wanita itu kaya raya, betapa elfeelnya aku. Seorang Mas Amin bisa berpaling ke wanita lain hanya karena harta? Aku ingat dua minggu lalu Mas Amin pulang membawa sebuah mobil mewah keluaran terbaru, katanya di pinjemin teman karena hujan. Tapi anehnya mobil itu tak pernah dibalikkan ke yang punya. Masa iya ada yang mau pinjemin mobil selama itu.

Tiba tiba aku ingat sesuatu. Aku berlari ke lemari Mas Amin. Tergesa aku membuka laci penyimpanan .Dan benar saja ada bukti pembelian mobil atas nama suamiku. Tak mungkin kalau itu pakai uang suamiku. Selama ini aku yang pegang uang. Sudah pasti suamiku tak memiliki uang sebanyak itu.

Aku terhenyak. Dalam hati aku mengumpat. Sangat geram aku di buatnya. Apalagi tak ada penyesalan atau rasa bersalah sedikitpun. Tunggu ya Mas, kamu pikir aku wanita bodoh??.

Dalam hati aku bersyukur juga menjadi istri dari seorang anggota TNI. Bukan hal yang mudah bagi seorang anggota TNI untuk selingkuh seenak dengkul. Ada aturan dan kamu tunggu aja Mas. Aku tak akan mengemis cintamu tapi akan ku buat kamu dan selingkuhan itu menyesal seumur hidup. Aku tak bisa memilikimu lagi tapi aku akan jadi bayangan yang kelak menghantui hidupmu selamanya....

Bersambung..

.

0 comments:

Posting Komentar