Aku sempat bingung kenapa orang-orang memilih bercerita dari pada diam. Terkait persoalan hidupnya, atau kejadian yang dialaminya, atau musibah yang menimpanya, atau hal yang dia rasakan sekalipun. Terkadang, orang-orang memilih untuk bercerita kepada orang lain.
Bercerita memang mengasyikkan, tentu saja itu berlaku apabila cerita yang kita bagi adalah cerita tentang kebahagiaan. Kita pasti menggebu-gebu merangkaikan kata demi kata untuk mengungkapkan rasa bahagia dalam hati kita agar orang lain tau bahwa kita sedang bahagia.
Saat seperti itu, apa sebenarnya yang menjadi tujuan kita bercerita? Apakah agar yang mendengarkan ikut bahagia? Atau hanya ingin membuat semua orang tau kita sedang bahagia? Atau hanya memuaskan nafsu kita semata?
Kemudian, apabila kita sedang sedih. Kita suka membutuhkan orang lain untuk mendengarkan kesedihan kita. Tentu kita merasa ingin jatuh saja sehingga terkadang membutuhkan sandaran untuk terus berdiri. Kenapa kita butuh orang lain untuk mendengarkan cerita kita? Kenapa kita membutuhkan orang lain untuk tegar? Bukankah saat bercerita dengan orang lain, kita hanya membuat air mata kembali terkuras? Kita hanya membuat kepingan memori tentang kesedihan, kepiluan bahkan hal yang dibenci teringat kembali? Saat cerita tentang kesedihan, apakah bisa menghapus kesedihan dan mengubahnya menjadi bahagia?
Lebih dari itu, cerita kadang hanya membuat persoalan semakin rumit. Bukan mendapat solusi, malah aib-aib diri semakin terbuka dan melebar ke telinga-telinga orang lain. Padahal Allah sudah menutup aib kita, kenyataannya kita sendiri yang membuat air kita terbongkar dan diketahui orang lain.
Apakah bercerita dengan orang lain itu adalah kebutuhan kita?
Tidak, bagi ku itu tidak lah penting.
Terkadang aku jua berfikir bahwa bercerita juga tidak ada manfaatnya. Apalagi saat sedih, diam tanpa orang lain tau bagiku itu lebih baik. Terasa sesak di dada itu semua hanya diri sendiri yang membuat itu terasa sesak.
Point terpenting yang ingin disampaikan adalah, cerita itu bukan pada orang lain melainkan hanya kepada Allah. Dia lah yang memiliki diri kita, Dia yang menguasai hati kita, dan Dia yang mengatur segala kehidupan kita. Kenapa kita malah mengadu pada manusia? Kenapa kita lupa mengau pada Sang Maha?
Apakah itu senang maupun sedih. Apakah itu kecewa atau bahagia. Cuma Allah tempat kita mengadu. Segala kesedihan, aib-aib kita yang sudah Allah tutupi dari orang-orang, jangan kita buka sendiri. Ibarat menggali kuburan sendiri.
Cerita pada Allah. Cukup Allah yang menjadi sandaran hidup kita. Dzikir dan ingat sama Nya. Pastilah, ketenangan hanya milik kita.
0 comments:
Posting Komentar