BUKAN GALAU


Namanya Gara, dia adalah seniorku diorganisasi eksternal kampus. Di organisasilah aku bertemu dan mengenalnya. Karna kelihaiannya dalam berbicara, mungkin bukan aku saja yang terpukau olehnya saat pertama kali bertemu. Dengan kulit yang hitam manis, wajah rupawan, ilmu agama yang mumpuni, dan berakhlak baik. Sekilas, dia memang pantas dijadikan imam.

Pertemuan selanjutnya, aku semakin terpukau olehnya. Baru ini aku menemukan sosok lelaki yang menjaga pandangannya ketika berbicara dengan lawan jenis, dan itu adalah dia, Gara. Akibat sikap manisnya itu, akupun semakin tertarik dan mulai memperhatikan dia. Dan akhirnya kesalahan terbesarku di mulai dari sini.

Sejak aku memutuskan untuk tidak pacaran. Hampir dua tahun lamanya aku menjaga hati, dan akhirnya pertahanan ku roboh karna hadirnya Gara. Dari waktu ke waktu aku penasaran dengannya. Walau tak secara langsung bertanya, sedikitnya aku mengetahui tentang Gara.

Hari itu, aku sedang menjalani masa pengabdian sebagai mahasiswa di sebuah Desa terpencil. Dan disana ku dapati posko kami memiliki pemandangan yang sangat indah. Ntah bagaimana bisa terjadi, aku mengirim foto pemandangan itu ke Gara. Dan pembincangan kami pun berlanjut hingga akhirnya aku dan dia menyatakan keseriusan.

Sebulan masa pengabdian berjalan, sudah sebulan juga kami berdekatan. Walau hanya melalui hand phone, aku masih rasa tak percaya bisa dekat dengan Gara. 
"Aku ingin menikah di tahun depan, apakah engkau siap menikah dengan aku di tahun itu?" tanyanya.
Dengan tidak bertele-tele, akupun menjawab, "Aku mau menikah denganmu, tapi aku tidak siap menikah di tahun depan"
Sejak itu komunikasi kamipun berhenti. Yah wajar bagiku, bila dia mencari wanita lain yang siap untuk menikah dengannya di tahun yang ia inginkan. Dan perpisahan itu membuat ku galau dan akupun semakin galau setelah ku tahu dia dekat dengan seorang wanita senior ku juga di organisasi. 
Oh Tuhan, aku hanya bisa berdoa, semoga bahagia.

Aku masih tak menyangka dengan perpisahan kami yang sesimpel itu, dan aku lebih tak menyangka lagi, kenapa dia secepat itu berpindah ke lain hati. 
"Apakah dia sama sekali tak ingat akan ku?
Apakah dia benar sudah melupakanku?
Apakah aku hanya sekedar angin lewat untuknya?"
Aku galau sendiri karna memikirkannya.

Aku beruntung. Walau masih mengingatnya di sela-sela aktivitas, segalaunya aku, aku tidak lupa akan kenyataan yang memintaku untuk terus hidup. Kehidupan kupun kembali seperti biasa dan akupun bertekad untuk menyelesaikan perkuliahan secepat mungkin.

Hari berganti hari, minggu berganti minggu, dan bulan berganti bulan. Dengan penuh perjuangan dan pengorbanan, tibalah masa saatnya bagiku untuk mengakhiri perkuliahanku. 
"Alhamdulillah, lusa aku wisuda"
Selain keluarga, aku mengundang Gara untuk hadir di hari itu.
"Inshaaallah, akan datang" jawabnya.
Hatiku senang tak karuan, tapi aku juga meragukan. Karna yang ku tahu, dia sekarang sudah bekerja di tempat yang jauh. Dan perjalanan yang ditempuh untuk hadir di acara wisuda ku memerlukan waktu 2 jam an kurang lebih. Sebisa mungkin aku harus tidak berharap kedatangannya.

Setelah shalat dzuhur, aku berjalan menuju tempat keluarga dan teman-temanku berkumpul. Dan disana ku dapati Gara sudah bercanda tawa dengan yang lain.
"Oh Tuhan, kenapa getaran yang telah lama hilang kini hadir lagi. Dan ini menyakitkan untukku" 
Tetap saja hati tak bisa berbohong, aku masih menggilainya. 

"Apakah kau mau menjalin hubungan yang serius denganku?" Tanyanya malam itu. 
Awalnya aku menolak, aku tak ingin melakukan kesalahan lagi. Tapi setelah mendengar penjelasan darinya, bahwa dia sedang tidak dekat dengan siapapun lagi. Akupun menerimanya kembali.

Hari demi hari, kami semakin dekat bahkan lebih dekat dari yang dulu. Dan saat itu, aku ingin pergi ke suatu tempat yang kebetulan tujuanku dan tujuannya juga sama.
"Mau barengan sama saya naik motor?"
Hampir rasa tak percaya, bagaimana bisa dia mengajakku berdua diatas motor dalam waktu yang lama selama perjalanan menuju tujuan. Karna yang ku tahu, seorang Gara tak pernah berdua diatas motor dengan wanita. Dan Karna dia aku juga menjaga agar tidak berdua dengan lelaki diatas motor.
Tapi malam itu, dia benar-benar datang dihadapanku dan benar-benar mengantarku sampai tujuan.
"Esok, kita jalan-jalan yuk?"
Rasa hampir gila. Aku tak menyangka dia berani mengajakku jalan-jalan cuma berdua.
Dan benar, kamipun jalan-jalan berdua. 

Hatiku bergetar hebat, karna rasa takut dan rasa bahagia. Aku hampir tak percaya, dia berani menyentuh tanganku. Seorang Gara yang ku kenal kini jauh berbeda dari yang ku kenal sejak pertama bertemu. 

Aku tak berharap hubungan yang salah ini. Dan aku ingin mengakhiri hubungan ini, tapi aku benar-benar menyukai Gara. 
"Oh Tuhan, aku tak tahu dengan cara apa aku meninggalkannya. Mohon tunjukilah cara MU agar aku bisa mengakhiri hubungan yang salah ini. Aku akan meninggalkan dia dengan cara MU".

Dari awal aku memang tak percaya, kenapa dia bisa berpindah ke lain hati dalam waktu yang singkat. Hingga akhirnya aku beranikan diri untuk bertanya tentang hatinya. 
Percakapan itu dimulai.
"Gara, apakah engkau tidak merasa kehilangan?"
"Sejujurnya aku merasa kehilangan"
”Baiklah Gara, jangan hubungi aku dulu jika kau masih mengingat wanita lain"
"Jangan begini. Atau aku benar-benar akan pergi"
"Pergilah jika kau inginkan itu"
Kamipun berpisah.

Dan Tuhan benar-benar menjawab doaku.

0 comments:

Posting Komentar