Cerbung....
*Aku Bukan Wanita Bodoh*
*Jilid.....4*
Melepasmu bukanlah hal yang mudah tapi memilikimu kembali seutuhnya adalah hal yang mustahil.
Berdamai dengan diri berdamai dengan keadaan demi masa depan sang buah hati. Tapi tak akan ku biarkan hatiku nelangsa sendiri semntara dua makhluk tak tahu malu itu hidup tenang.
Hari ini kumantapkan hatiku, masalah ini harus selesai. Aku bersiap menuju rumah mertua. Bagaimanapun sebagai orang tua mereka harus tahu kelakuan anaknya. Aku tak ingin menutup-nutupi masalah ini dan menanggungnya sendiri.
Mobil akan segera ku jalankan saat gawaiku berbunyi. Sebuah nomor tak di kenal tertera di layar. Dengan penuh tanda tanya aku menjawab panggilan itu.
"Hallo Asalamualaikum ."
"Walaikumsalam Merry." Suara wanita yang begitu riang terdengar dari seberang.
"Mer, aku Rani. Aku mencarimu ke mana-mana tau Mer, aku pikir kamu masih di luar Jawa tapi kemarin aku lihat status kamu di medsos ternyata kamu sudah di Jawa Barat." Suara itu begitu bersemangat sementara aku masih di liputi tanda tanya.
"Maaf Rani mana ya, aku lupa...."
"Duh Merry aku Rani teman kuliah kamu. Masa lupa ma sohib sekamar.."
"Waduh Raniiii kamu di mana, aku gak mungkin lupa dong maaf ya." Aku kegirangan. Setelah sekian lama aku ketemu lagi dengan sahabat yang sudah seperti saudara.
"Aku mencarimu Mer, pengen ngajak kamu kerja bareng ma aku, kamu mau ya, ini masih di kotamu kok Mer. Harus Mau yaaa.." Rani begitu semangat. Aku berpikir sejenak.
"Kerja apa ya Ran,"
"Duh Merry aku ajak kamu bergabung di perusahaan milik suamiku, tentu saja masih sesuai dengan bidangmu. Ayolah, walau gaji kamu nanti gak sebesar dengan gaji di perusahaan tempat kerja kamu yang dulu, toh ini kan dekat dengan rumah kamu, kamu gak perlu ninggalin anak dan suami kamu." Rani begitu bersemangat di seberang telepon.
"Kita ketemuan dulu ya Ran, kamu ke rumah aja sekarang aku tunggu." Aku menutup telepon dan keluar dari mobil. Sementara menunggu Rani aku menyiapkan cemilan ringan untuk menyambut sahabatku itu.
Setelah lulus kuliah kami terpisah, masing-masing dengan kesibukannya. Aku bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak dibidang property dan kemudian resign seminggu sebelum akad nikah. Sementara Rani tak ada kabar lagi. Untung saja no teleponku semenjak kuliah tak pernah di ganti. Sehingga memudahkan komunikasi dengan teman-teman semasa kuliah termasuk Rani.
Semoga ini petunjuk dari-Mu Ya Allah, saatnya mencari pundi-pundi rupiah. Harus bisa mandiri demi anak-anak.
Suara bel di luar membuyarkan lamunanku. Itu pasti Rani. Benar saja sahabat semasa kuliah itu langsung menghambur ke pelukannku. terdengar isakan pelan dari wanita tomboy itu. Aku mendorong bahunya perlahan.
"Apa rasa kangen kamu begitu besar sehingga membuat sahabatku ini sampe berderai air mata begini? Aku tersenyum menggodanya. Rani menggeleng.
"Aku tahu semuanya Mer. Aku tahu yang terjadi dengan rumah tangga kamu. Karin itu sepupu aku. Tak sengaja kemarin aku berniat silahtuhrahmi dengan Karin tapi urung setelah melihat insiden kalian kemarin. Aku melihat semuanya Mer. Rani tertunduk.
"Jadi kamu menawarkan aku pekerjaan karena kasihan dengan nasibku Ran? Aku menatap Rani sambil tersenyum seolah aku baik-baik saja.
"Bukan gitu Mer aku tak mau kamu terpuruk . Aku tahu potensi kamu. Aku ingin kamu semangat seperti Merry yang dulu lagi." Rani menggenggam tanganku erat.
Aku mengangguk. Senyum cerah tersungging di bibirku, aku yakinkan Rani bahwa aku tak serapuh yang di bayangkannya. Kami berpelukan penuh haru. Rani berpamitan setelah memastikan aku sudah menjadi bagian dari keluarga besar perusahaan suaminya besok. Aku mengangguk pasti, mengantar kepergian Rani dengan senyum menandakan ada secercah harapan di tengah kekalutan yang ku alami.
Aku menarik napas lega. Setidaknya satu beban lepas. Aku tak perlu was-was jika suatu saat Mas Amin terpaksa menanggalkan seragam kebanggaannya. Aku tersenyum senang, satu-satu masalah bisa ku selesaiakn. Dengan riang aku menjalankan mobil, meluncur dengan pasti ke rumah mertua.
Di persimpangan jalan tanpa sengaja berpapasan dengan dua makhluk tak bermoral itu. Aku menepikan mobil pelan setelah melihat isyarat dari Mas Amin agar aku berhenti. "Mau apa dia,"hatiku bertanya.
Aku keluar dari mobil bersandar di pintu mobil, dengan melipat kedua tangan di dada aku menatap tajam ke arah mobil mereka. Pintu mobil Karin terbuka, Mas Amin turun dari mobil berjalan menuju ke arahku.
"Ada apa."
"Kamu mau ke mana, tadinya aku berniat ke rumah mengambil ATM milikku yang ada di kamu."
"Bukan main kamu Mas, setelah kamu sakiti aku dan anak-anak kamu mau mengambil hak mereka juga. Benar-benar gak punya hati jadi ayah." Aku berang melihat tingkah Mas Amin yang sudah keterlaluan.
"Terserah kamu deh aku butuh ATM itu."
"Terus anak-anak makan, bayar sekolah dari mana,"
"Ya itu urusan kamu," jawab Mas Amin ketus.
Emang sudah tak bisa di pertahankan lagi lelaki di depanku ini. Tanpa ragu-ragu ku ambil dompet dan mengeluarkan kartu ATM milik lelaki itu, kulemparkan pelan ke wajahnya.
"Tuh ambil." Aku langsung masuk ke mobil dan segera menyalakan mesin. Terlihat senyum sinis tergambar di wajah wanita jalang di seberang sana, bahagia dia rupanya merasa berkuasa penuh atas Mas Amin.
Sebelum mobil ku jalankan, aku sempatkan membuka kaca mobil dan berujar pada lelaki yang masih berdiri di samping mobilku itu.
"Mas aku mau ke rumah ibu kamu sekarang."
Sepertinya Mas Amin terkejut, terlihat dari air mukanya yang tiba-tiba berubah.
"Mau apa kamu,"
"Ya mau cerita kelakuan anaknyalah biar aku gak gila menanggung beban ini sendirian."
Aku berlalu meninggalkan lelaki itu dengan wajah yang pucat pasi. Aku tahu benar Mas Amin sangat menyayangi ibunya, dan Mas Amin juga tahu aku menantu kesayangan ibunya. Bisa di bayangkan apa yang akan terjadi nanti jika ibunya sampai tahu kelakuannya .
Kulirik sekilas Mas Amin lewat kaca spion. Lelaki itu masih berdiri di belakang sambil mempermainkan kartu ATM berlambang merah putih itu, tanda orang yang sedang gelisah. Aku tertawa lepas. Kamu pikir aku bodoh Mas. Semalam semua uang tabungan di ATM itu sudah ludes ku pindahkan ke rekening atas namaku. Makan tuh ATM kosong.
Bersambung......
0 comments:
Posting Komentar