Pak Tua dengan Sepeda Berlentera, Sipenjual Jagung Bakar

Dulu saat aku masih duduk di bangku SMP, kulihat seorang pak tua sedang mengayuh sepeda tuanya dengan lentera bergantung dibajunya, keranjang bambu bertengger dibelakang sepedanya penuh dengan barang dagangannya, menjual jagung bakar. 
Kadang ia mengonggok di pinggir jalan besar, karna tidak memiliki lapak pasti, ia suka berpindah-pindah, kadang juga terlihat berjualan di pesta-pesta.
Dengan peralatan seadanya, ia membakar jagung, setiap aku lewat, tak ada yang singgah untuk membelinya. Sesekali aku singgah untuk membeli, walau sejujurnya aku tak begitu tertarik untuk memakannya.
Menurutku, melihat sekilas, tentu jagung bakar yang pak tua itu jual tidak menggugah selera, namun melihatnya yang gigih mengayuh sepeda tuanya, dan peralatan jualan yang seadanya, mungkin menjadi alasan tersendiri untukku membeli.
Sekarang sudah lama berlalu, aku telah lulus kuliah dan telah bekerja. Kulihat pak tua itu masih mengayuh sepeda tuanya, dengan lentera putih kecil digantung dibajunya, untuk menerangi jalannya saat mengayuh sepeda di malam hari. Yang sesekali kulihat ia bersama anak kecil, entah itu anaknya atau cucunya, akupun tak tahu.
Dia masih menjual jagung bakar, yang menurutku tidak ada bedanya dari yang dulu, masih sederhana dan apa adanya, tanpa ada inovasi apapun. Yang berbeda hanya sekarang pak tua itu memakai kaca mata.
Mungkin, pak tua itu hanya mampu seperti itu, inovasi? Mungkin pemikiranku terlalu keras, padahal ia sudah sangat berusaha dengan berjualan seperti itu. Kadang aku bertanya-tanya, apakah pak tua itu punya pendapat lain? Apakah pendapatan berjualan mampu mencukupi kebutuhannya? Ah, aku terlalu memusingkan padahal Allah yang Maha Pemberi Rezeki. 
Aku juga sempat berfikir, aku melihatnya seperti itu, berjualan dengan sepeda tua, mengenakan pakaian sederhana, jangan-jangan kehidupannya penuh dengan kebahagiaan yang tidak ia perlihatkan. Aku yang terlalu berlebihan dalam berfikir negatif.
Aku tak bisa mengukur rezeki seseorang, yang aku sendiri bukan setiap waktu mengetahui pendapatan pak tua itu. Aku juga tak bisa mengukur usaha orang lain, yang menurutku ada yang lebih baik. Tidak meungkin aku memaksakan kehendak dan pendapatku, sementara aku tidak mengetahui kondisi dan kemampuan orang lain. 
Semoga Allah memudahkan segala urusan pak tua itu, memberi kelimpahan rezeki padanya, selalu diberi kesehatan, selalu dalam lindungan Allah, dan semoga senantiasa dalam kebahagiaan.
Hanya doa yang dapat kupanjatkan untuk Pak Tua dengan Sepeda Berlentera, Sipenjual Jagung Bakar.

Related Posts:

  • Menikmati Hari dengan Masalah Di kehidupan, tentu berbanding lurus dengan masalah. Setiap yang hidup, memiliki masalahnya sendiri. Begitu pula dengan diriku.Masalah yang datang silih berganti, tanpa permisi, datang sesuka hati. "Namanya juga h… Read More
  • MEMILIH DIAM PADA HAL-HAL YANG TAK PERLU DIUNGKAPKANBercerita, 4/30 Beberapa hari ini waktuku banyak tersita oleh pekerjaan, pekerjaan yang mengharuskan ku berinteraksi dengan banyak orang. Bukan aku tak suka, hanya saja aku kurang pandai dalam membuka pembicaraan d… Read More
  • Pilihan Menikah Aku memiliki seorang kakak laki-laki, usia kami selisih dua tahun. Hubungan kami tidak begitu dekat layaknya seperti saudara kakak beradik, dikatakan jauh, kami tidak sejauh itu. Bisa dikatakan, biasa saja. Kami h… Read More
  • Belajar Kesehatan dan kesempatan, adalah dua hal yang sering terlupakan padahal begitu dekat. Terlalu sibuk dengan rutinitas hari demi hari, sampai melupa. Namun saat kesehatan mulai memudar, barulah terasa betapa in… Read More
  • Ada Bahu yang Dituju untuk Bersandar Bercerita, 1/30"Aku bahagia kok sendiri" kalimat yang selalu  ku nyatakan saat melihat pasangan bertabur di depan mata. Memang, sendiri juga memiliki kenikmatan tapi saat ada bahu yang bisa dituju untuk sanda… Read More

0 comments:

Posting Komentar