Perceraian
Menikah? Perceraian? Mengapa mereka selalu bersanding tak terpisahkan. Terkadang aku tak mengerti mengapa banyak orang-orang mudah memutuskan untuk menikah dan banyak mengajukan gugatan perceraian. Semua fenomena ini, membuatku bingung dan menjadikan ku takut dalam mengambil keputusan.
Namaku Ana, usia ku sudah memasuki usia pantas untuk menikah. Aku belum memutuskan untuk menikah, karena dirasa, begitu banyak pertimbangan-pertimbangan yang membuat ku ragu tak karuan.
Bagiku, menikah bukanlah hal yang sepele. Seenaknya memutuskan untuk menikah dengan dilandasi cinta, bagiku tidak. Menikah bukan hanya bermodalkan cinta. Masih banyak hal-hal yang lebih penting yang harus dipertimbangkan dalam mengambil keputusan untuk menikah. Misalnya, dari segi religiusitas, moralitas calon, impian dan harapan, keluarga, pendidikan , ekonomi, sosial, dan lain sebagainya. Ah, rasanya semua begitu rumit dan sulit.
Mencintai dan kemudian menikah dengan orang yang kita cintai memang suatu keberuntungan. Tapi bukanlah hal yang salah jika mencintai orang yang telah kita nikahi. Karna banyak diluar sana pasangan yang bahagia walau cintanya hadir setelah menikah.
Aku memiliki kakak lelaki dua orang. Yang pertama bernama Ray, yang kedua bernama Rey. Sebagai anak lelaki kedua, Rey menikah duluan dan memiliki seorang anak. Rey yang masih tergolong cukup muda diusia pernikahannya begitu juga dengan calon istrinya yang memutuskan untuk menikah. Aku tak mengerti bagaimana mereka bisa seyakin itu untuk memutuskan pernikahan dan kemudian memiliki seorang anak.
Namun di tengah perjalanan dalam pernikahannya, berbagai permasalahn muncul dan akhirnya membuat mereka memutuskam untuk bercerai. Aku merasa kasihan dengan anak mereka yang terbilang masih kecil dan bahkan belum mengerti apapun tentang dunia. Harus merasakan penderitaan dengan kurangnya kasih sayang dari orang tuanya. Akupun tak mengerti, bagaimana bisa mereka mengambil keputusan untuk bercerai? Padahal baru beberapa tahun yang lalu mereka yakin untuk memutuskan menikah di usia muda.
Lain cerita yang terjadi pada kakak lelaki ku yang pertama, Ray. Ia memutuskan untuk menikah pada usia matang dan sudah merasa benar-benar siap untuk membina dan membangun keluarga. Pendidikan dan pengalaman yang dimiliki kakak pertama memang terbilang lebih unggul dibandingkan dengan Rey, kakak lelaki kedua.
Dengan resepsi pernikahan yang sederhana, dan mahar yang tak terbilang mewah, ia menikah bermodalkan tabungan yang ia dapat selama bekerja tanpa dibantu ayah dan ibu. Pihak wanita pun tak keberatan dan mau menerima Ray, kakak ku dengan legowo.
Pernikahan mereka terasa begitu tenang dan damai. Ayat-ayat suci Alqur'an senantiasa bergumam di rumah mereka. Dan kelembutan senantiasa menyelimuti keluarga mereka. Istri yang patuh pada suaminya, dan suami yang penuh tanggung jawab dalam membimbing dan menafkahi keluarganya, walau sederhana tapi terasa begitu bahagia. Pernikahan seperti itu yang ku inginkan.
Bagiku, menikah bukan perlombaan, bukan siapa yang duluan. Tapi menikah adalah hal yang sakral yang penuh pertimbangan dan istikahrah.
Aku belum mengerti bagaimana mereka bisa yakin memutuskan untuk menikah dan bagaimana bisa mereka yakin memutuskan untuk bercerai karna aku belum pernah mengalaminya. Tapi aku tau, menikah adalah ibadah. Dan tak ada satupun wanita ingin menjadi janda.
Aku takut salah dalam mengambil langkah dalam memutuskan menikah, apalagi terkait calon pendamping ku kelak. Ku berharap ia yang mampu membimbingku di dunia dan menjadikan syurga terasa dekat ketika bersamanya nanti.
Dengan kehidupan keluarga kakak-kakak lelaki ku, aku hanya bisa mengambil ibrah dan hikmahnya. Selain itu aku juga terus berdoa yang terbaik untuk mereka semua.
Wallahualambisshowab
0 comments:
Posting Komentar