CERBUNG-HALAL DI UJUNG RINDU(Part 2)

 HALAL_DI_UJUNG_RINDU


#PART_2


Ashar baru saja berlalu saat seorang wanita cantik lewat di depan tokoku. Sore itu pengunjung toko sudah mulai sepi, jadi aku punya waktu untuk meluruskan pinggang sembari menikmati gorengan.Wanita itu menoleh ke arahku dan melemparkan senyumnya. Manis dan begitu ramah. Ada seorang gadis cantik nan mungil dalam pangkuannya.


“Hallo tante Za!” Uni Vira menyapaku sambil memberi isyarat pada gadis kecil itu supaya menoleh ke arahku.


“Haiiiii.....” Segera kutinggalkan cemilanku. Menyambut gadis kecil bernama Naura yang begitu sumringah saat melihatku. Aku mengambilnya dari pangkuan Uni Vira. Dan langsung menghujaninya dengan ciuman.


Naura memang sudah akrab denganku. Karena hampir setiap hari aku menggendongnya dan mengajaknya bermain. Boleh di bilang kadang aku yang jadi pengasuhnya saat Uni Vira bekerja dan neneknya tidak bisa menjaganya. Nggak sering sih, tapi lumayanlah! Kasihan kalau ngeliat Uda Yudi kewalahan menjaganya kalau dia di bawa ke toko.


Sabtu ini tentu Uni Vira sedang libur. Makanya ia menyempatkan diri membawa Naura ke toko sambil bermain.


“Uni nemuin Uda Yudi dulu ya Za,Naura mau sama kamu atau...”


“Sama aku aja Un, lagi kangen,udah tiga hari nggak ketemu!” sahutku seraya memeluk Naura. Tubuh gembulnya bikin tanganku nggak mau melepasnya dari pelukan.


Uni Vira tertawa kecil, menampakkan giginya yang begitu rapi dan putih terawat.


“Ya sudah...” Uni Vira pun berjalan meninggalkanku dan Naura.


Aku cemburu melihatnya. Melihatnya datang menemui Uda Yudi, meski aku tahu dia istrinya. Tak pantas rasa ini kumiliki. Tapi...aku belum bisa melupakan Uda Yudi. Dan aku juga tak ada niat merebutnya dari Uni Vira. Selalu melihat senyumnya dan selalu dapat bertatap muka dengannya saja setiap hari sudah membuatku bahagia.


*


Aku mendengar suara gaduh di toko sebelah saat maghrib menjelang. Ketika itu semua karyawan Uda Yudi sudah pulang. Jadi yang kutahu hanya ada Uda Yudi dan istrinya.


Naura sedang terlelap di sofa sudut tokoku. Setelah memastikan posisinya aman, aku berjalan perlahan keluar toko. Berdiri di pintu toko saja aku sudah bisa mendengar jelas percakapan mereka yang memang berbicara dengan nada yang agak tinggi.


“Jadi mau Uda apa? Uda mau mengekan aku? Gitu?” terdengar suara Uni Vira meradang.


“Uda cuma mau kamu berhenti dari pekerjaan kamu Vir, Resign dari bank. Karena itu tempatnya riba Vira. Aku juga mau kamu menutup auratmu, tidak diumbar seperti sekarang! Aku tidak mau menanggung dosa yang begitu besar karena perbuatan istriku!” Uda Yudi tak kalah meradang.


Ah! Masalah itu lagi. Aku pun masuk kembali kedalam toko, menemani Naura yang masih tertidur lelap.


Kupandangi wajah mungil itu. Sembilan puluh persen wajah Uda Yudi mendominasinya.


‘Semoga di rumah kamu nggak mendengar pertengkaran mereka ya nak.Kasihan kalau kamu selalu mendengar orang tuamu ribut begitu.’ Batinku.Kucium pipinya yang putih bersih perlahan, menjaga ahgar ia tak terganggu dengan sentuhan bibirku.


Pertengkaran seperti itu bukan sekali dua kali ku dengar. Sering. Uda Yudi ingin istrinya resign dari bank,dia juga ingin istrinya menutup auratnya. Karena sejak Uda Yudi rutin mengikuti pengajian bersama teman-teman pedagang, perlahan-lahan apa yang dia dapatkan ia coba amalkan dalam kehidupannya. Ia ingin menghindari dosa-dosa besar yang selama ini tidak ia ketahui.


Aku pun tak luput dari nasehat-nasehatnya. Terutama tentang menutup aurat. Aku yang belum berhijab, yang masih mengenakan celana ketat dan baju ketat, sering menjadi sasaran ceramahnya.


“Kalau kamu sayang pada Almarhum Abak (ayah), tutuplah auratmu selagi belum terlambat Za. Jangan sampai kamu yang menarik Abak ke neraka.” Itu nasehatnya yang paling melekat di kepalaku. Namun entah kenapa hidayah itu belum jua datang. Bukan belum datang, tapi belum ku jemput tepatnya.


“Maafkan Za Abak, Za belum siap.” Gumamku lirih dan menyeka setitik air yang jatuh di sudut mataku.


“Za!” Suara berat Uda Yudi membuatku terkejut. Dan seketika aku menempelkan telunjukku ke bibir untuk memberi lelaki itu isyarat agar suaranya tidak mengganggu tidur Naura.


Tak perlu kutanyakan dimana Uni Vira. Karena aku sudah hafal kebiaasan istrinya itu, yang selalu pulang sendirian sehabis bertengkar. Meninggalkan Uda Yudi bersama Naura.


Kulihat wajah tampan itu begitu gusar.


“Maaf Za,...merepotkan kamu lagi.” Ujarnya pelan.


Aku hanya tersenyum, “ Gak kok Da, biasa aja. Aku senang Naura disini.”


“Kamu udah shalat maghrib? Maaf ya menunggu lama, gara-gara jagain Naura kamu telat pulangnya. Udah sana shalat dulu, biar Uda disini jagain Naura sambil jagain toko kamu. Toko Uda udah di tutup. Ayo buruan biar Uda antar kamu pulang!” Cerocosnya pelan sambil mengambil posisi duduk di dekat putrinya.


Aku tertawa.


“Di suruh shalat malah ketawa.” Ujarnya dengan wajah di buat kesal.


“Gimana nggak ketawa, uda mau nganterin aku pulang? Lalu mobilku mau di tinggal aja gitu di sini?” kembali tawaku berderai.


Uda Yudi menepuk jidatnya. “Hahahahha...Uda lupa Za! Ya udah sana shalat, ntar waktunya habis!”


Aku pun menuju ke kamar mandi untuk berwudhu, dan melaksanakan tiga rakaat maghribku.


**


Selesai shalat aku menemukan Uda Yudi ikut terlelap di sofa. Wajah teduhnya begitu terlihat tenang dalam dengkuran halusnya. Sepertinya dia terlalu letih, letih dengan beban pikiran. Letih dengan sikap Uni Vira yang di balik sikap lemah lembutnya ternyata sangat keras kepala.


Aku tak berani membangunkannya. Kasihan melihatnya.Lebih baik aku beberes saja sebelum pulang. Kubiarkan pintu toko tetap terbuka lebar, agar tak mengundang pikiran macam-macam dari mereka yang melihat.


Kubiarkan lelaki itu tertidur dengan lelap. Sementara aku sibuk menyapu,mengepel dan membereskan beberapa barang dagangan yang berantakan.


Uni Yasmin meneleponku berkali-kali, menanyakan kenapa aku belum juga pulang. Aku tak mau memberitahu keadaan sebenarnya, hanya kujawab kalau aku sedang ada pelanggan yang masih memilih-milih daganganku. Dan seperti biasa, wanita kesayanganku setelah Amak itu selalu minta di bawakan martabak favoritnya. Alasannya selalu buat Amak, tapi pas nyampe dia yang paling banyak memakannya.


**


Isya sudah setengah jam berlalu. Aku pun sudah selesai menunaikan kewajibanku saat kulihat mata Uda Yudi terbuka.


“Astaghfirullaah!” ucapnya sambil mengusap wajahnya. Ia melirik benda silver bulat di pergelangan tangan kanannya. Alangkah terkejutnya ia menyadari bahwa jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam.


Uda Yudi mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut toko dan matanya menemukanku sedang memainkan hp-ku.


“Za!” panggilnya.


Aku mengangkat kepalaku. Kulihat mata lelaki itu merah menahan kantuk yang masih menggelayut.


“Eh, Uda udah bangun? Yuk pulang, Za udah di omelin Uni Yasmin hihihi..” aku memasukkan hp-ku ke dalam tas dan bersiap untuk pulang.


“Ya Allah, maafkan Uda ya Za. Kenapa kamu nggak bangunin Uda sih Za?” sesalnya.


“Kasihan lihat Uda tidurnya pules banget!” sahutku sambil tersenyum.


Uda Yudi mengacak rambutku. Dan jantung ini kembali berdetak tak beraturan mendapat perlakuan itu.


Aku mengangkat tubuh Naura dalam pangkuanku. Gadis kecil ini selalu nyenyak kalau tidur di tempatku. Kalau udah tidur jarang banget ia terbangun.


Uda Yudi membantuku menutup toko dan menguncinya. Aku pun memasukkan tubuh Naura ke dalam mobil hitam milik Uda Yudi. Dan memastikannya sudah dngan posisi yang nyaman.


“Sekali lagi terimakasih ya Za! Dan sekali Uda minta maaf yang sebesar-besarnya atas kecerobohan Uda tertidur di tokomu.” Ujarnya sebelum masuk ke dalam mobilnya.


Aku mengangguk yakin, “Iya Udaaaa....santai ajaaaaa!” sahutku sok dibikin centil. “Uda hati-hati ya, jangan ngantuk bawa mobilnya!”


Uda Yudi tersenyum, lama dia menatapku . “Iya Za, InsyaaAllaah!” sahutnya. “ Andai istriku seperti kamu Za!” gumam Uda Yudi pelan,ta[pi tak berhasil kutangkap gumaman itu dengan jelas.


“Apa Da? Uda ngomong apa barusan?” Aku mencoba mencari penjelasan.


“Ah! Enggak Za, ya udah kamu pulang sana, ntar makin malam lho! Mau Uda kawal sampe rumah?” tawarnya.


“Ishhhhh...macam orang penting aja di kawal! Nggak usah Da, aku masih mau mapir-mampir dulu beli makanan buat orang di rumah!” tolakku halus.


“Oh, ya sudah! Uda duluan ya Za, kamu hati-hati!”


Perlahan mobilnya bergerak meninggalkan parkiran depan toko kami.


Masih bisa kurasakan tatapan mata lelaki itu yang tadi sempat membuatku risih. Ah, aku yang ke ge-eran mungkin. Jangan coba-coba jadi pelakor kamu Zahra!


***


 — bersama Leny Khan.



(Tulisan ini di dapat dari Grup ODOJ 2621)

0 comments:

Posting Komentar