Dari Bumi untuk Langit


Dari bumi, untuk langit.

Langit.. baru saja pagi tadi hujanmu membasahiku, dan sekarang terikmu cukup membakarku. Tapi tak mengapa, aku masih mampu menerima hujan bahkan terikmu.

Langit, apakah engkau tau.. aku melatih diriku, hari demi hari, untuk bersabar atas mu. Melatih diriku untuk menerima teriknya panasmu, yang membuat tanahku kering kerontang menganga, miris. Aku melatih diriku untuk menerima hujanmu yang membawa dingin yang kadang menusuk tulangku, yang sesekali petir menyambar-nyambar tak tentu arah. Yaa, aku belajar untuk menerima semua yang engkau beri. 

Langit.. sungguh, sejujurnya terkadang panasmu terlalu berlebihan bagiku. Tanahku menjadi pecah karna panasmu yang panjang . Hutanku, kering menguning, sungaiku surut mengering, dan hewan lucuku melemas tak berdaya karna air semakin menipis. Tapi... Di waktu lain, hujanmu membuatku kewalahan. Aku bingung untuk mengalirkan kemana air hujan yang engkau tumpahkan tanpa henti. Semua sudah penuh dan menutupi daratan tempat hewan lucuku berpijak, bungakupun melayu karna terendam air hujanmu. 

Langit.. ku harap tak ada rasa kesal dalam dadamu karna sikapku. Sungguh, aku butuh panasmu dan aku juga butuh hujanmu. Tapi, tak bisakah hujanmu secukupnya saja? Dan panasmu tidak menerik?  

Langit.. maafkan aku.. yang tak mampu mengelola tanahku dengan baik.. aku tak menanaminya dengan pepohonan agar mampu menyerapkan air hujanmu..aku tak menanaminya dengan pepohonan agar mengurasi panasmu... Ini salahku...

Langit.. tempatku bercerita apapun. Saat ku tertunduk takut, keindahanmu mendongakkan wajahku dan menberanikan diriku untuk bercerita dan neminta apapun padamu.

Langit.. aku tak memiliki teman selain engkau. Hanya engkau yang bisa menghibur kala sedihku. Saat siang, birumu membawa kebahagiaan dan keceriaan bagiku. Dan saat malam, engkau hadirkan rembulan dan gemintang yang begitu indah memanjakan mata, begitu menenangkam dan menentramkan jiwa.

0 comments:

Posting Komentar